PUKULAN itu begitu bertubi-tubi. Untuk Amerika. Di bidang teknologi tinggi. Setelah kalah di 5G, muncul kasus Boeing 737 MAX8. Ada lagi: Singapore Airlines mengrounded 2 pesawatnya. Semua jenis Boeing 787. Karena blade turbinnya harus diperiksa intens.
Pun pukulan terbaru datang: Selasa lalu. American Airlines hari itu mulai mengoperasikan pesawat baru: Airbus 321neo. Bikinan Perancis-Inggris. Bukan 737 bikinan Boeing, Amerika.
Itulah untuk pertama kalinya Airbus 321neo terbang di Amerika. Untuk jurusan Phoenix ke Orlando. Dari negara bagian Arizona ke Florida.
Penumpang Amerika itu langsung merasakan keunggulannya: dilengkapi wifi dengan kecepatan tinggi. Sejak penumpang masuk kepsawat. Sampai keluar dari pesawat. Tidak berlaku lagi perintah mematikan hand phone. Memang di Amerika tidak ada larangan menggunakan HP di dalam pesawat. Sudah sejak beberapa tahun lalu. Alasannya: teknologi HP yang sekarang tidak ada lagi hubungannya dengan teknologi pesawat yang sekarang. Sama sekali. Sudah beda dengan peralatan elektronik masa lalu.
Larangan yang masih berlaku sekarang itu sebenarnya formalitas: hanya karena peraturan lama masih belum dicabut. Mencabut peraturan lama prosesnya ruwet. Begitulah adanya. Peraturan selalu ketinggalan jauh dari perkembangan teknologi.
Berita terbangnya A321neo ini seperti kutub yang bertolak belakang. Dengan berita mengenai Boeing 737MAX8. Yang dilarang terbang di seluruh dunia.
Airbus A321 adalah pesaing langsung Boeing 737. Sama kelasnya. Sama larisnya. Entahlah. Setelah kasus 737MAX8 ini. Disusul terbangnya 321neo itu.
Jumlah Boeing 737MAX8 yang dikandangkan itu mencapai 393 pesawat. Di semua negara pembelinya. Saya melihat satu di bandara Bali. Milik Lion Air. Pesawat itu diparkir di apron. Dua mesinnya dibungkus kain merah.
Saat melihat itu saya lagi di bandara Bali. Mau terbang ke Beijing malam hari.
Pemerintah Amerika ikut terpukul berat. Penyebabnya: bagaimana bisa lembaga pemerintah Amerika meloloskan uji teknologi Boeing 737MAX8. Dan kemudian mengijinkannya terbang.
Padahal FAA, lembaga itu, begitu terkenal sebagai amat sulit meloloskan ijin. Dikenal sangat njelimet.
Pun setelah pesawat kedua jatuh di Ethiopia. FAA tetap teguh. Tetap menegaskan bahwa Boeing 737MAX8 layak terbang. Padahal sehari sebelumnya CAAC, lembaga serupa di Tiongkok, sudah melarang 737MAC8 terbang di negaranya.
Sejak hari itu banyak negara lebih mendengar CAAC daripada FAA. Ini tumben sekali. Ini baru.
Setelah itu barulah FAA ikut melarangnya. Bisa jadi FAA malu hati. Lembaga itulah yang meloloskannya. Bagaimana bisa melarangnya.
Kini semua jenis pesawat itu berhenti beroperasi. Jumlahnya 393 buah. Di seluruh dunia. Betapa besar kerugiannya. Bagi perusahaan pembeli. Pun bagi Boeing. Juga bagi penumpang. Kini banyak sekali jadwal yang dibatalkan. Anda juga merasakan bukan?
Lion seperti mendapat angin. Dulunya Lion lah yang disalah-salahkan. Pilotnyalah. Manajemen pemeliharaannyalah. Cara pengaturan tugas pilotnyalah.
Apalagi Lion memang sering salah.
Amerika selalu benar.
Lion akan meninjau kembali pembelian 737MAX8. Yang nilainya USD 22 miliar. Atau sekitar Rp 30 triliun.
Norwegia Airlines sudah minta ganti rugi pada Boeing. Akibat hilangnya bisnis dan nama baik. Demikian juga SpiceJet India.
Sedang Garuda yang sudah memesan 49 buah juga akan membatalkannya. Kebetulan sekali. Ada alasan kuat untuk membatalkannya. Perusahaan lain membatalkan beli Boeing untuk beli Airbus. Garuda belum tentu batal karena itu.
Kini begitu besar usaha yang harus dilakukan Boeing. Untuk mempertahankan agar pesanan yang sudah masuk tidak dibatalkan. Yang jumlahnya, masyaallah, mencapai 4.646 buah.
Anda sudah tahu: 737MAX8 adalah penyempurnaan dari 737 800. Dicanggihkan komputernya. Dilengkapi otomatisasi anti jatuh karena stall: akibat hidung pesawat yang terlalu mendongak ke atas. Tidak diperlukan lagi pilot untuk mengendalikan hidung itu. Yang dikritik habis oleh Presiden Donald Trump: sebagai berlebihan canggihnya.
Di lain pihak A321neo juga penyempurnaan dari A321. Yang juga laris di pasar. Yang saya juga sering naik di dalamnya. Termasuk Rabu kemarin. Dari Tianjin di pantai timur ke Chengdu di propinsi Sichuan: 3 jam penerbangan.
KOMENTAR ANDA