Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia Tbk yang digelar kemarin (24/4) diwarnai penolakan dua komisaris atas laporan keuangan perseroan tahun 2018.
Kedua komisaris yang menolak itu adalah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Keduanya adalah perwakilan PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham.
Kedua komisaris itu keberatan terhadap pengakuan pendapatan atas transaksi dari Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, pada 31 Oktober 2018.
Menurut mereka, laporan keuangan yang memuat pengakuan manajemen Garuda atas pendapatan dari Mahata senilai 239,94 juta dolar AS, yang 28 juta di antaranya berasal dari bagi hasil yang didapatkan PT Sriwijaya Air, tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) nomor 23.
Walau catatan itu masih dalam bentuk piutang, tapi sudah diakui sebagai pendapatan perusahaan.
Catatan itu pun membuat beban yang ditanggung Garuda menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Chairal, ada dua pendapat yang berbeda dalam penyajian laporan keuangan Garuda Indonesia periode 2018. Dirinya sempat meminta agar keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tapi keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan.
Dia mengaku, hanya berupaya menjalankan tugasnya sebagai salah satu komisaris untuk mengecek laporan keuangan. Namun, laporan itu disebut sudah diterima dalam RUPST oleh pemegang saham.
Pada 2018, Garuda mencatatkan laba bersih senilai 809,85 ribu dolar AS atau setara Rp 11,4 miliar.
Pendapatan perusahaan tahun lalu tercatat sebesar 3,5 miliar dolar AS atau Rp 49 triliun.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengklaim, laporan keuangan Garuda sudah melalui proses audit sehingga tidak perlu ada keraguan.
"Semua kan sudah diaudit," kata Gatot.
Dalam RUPST itu juga diputuskan perampingan jajaran direksi dan komisaris. Untuk jajaran direksi dari sebelumnya berjumlah delapan menjadi tujuh orang. Sementara untuk jajaran komisaris dari sebelumnya tujuh kini menjadi lima komisaris.
Direksi yang diganti adalah Direktur Teknik Iwan Susena yang digantikan oleh Iwan Joeniarto yang sebelumnya adalah Direktur Utama GMF.
Sedangkan jabatan Direktur Layanan yang diemban Nicodemus Panarung Lampe dihapuskan dan digabung menjadi Direktur Teknik dan Layanan.
Sementara Komisaris Utama yang sebelumnya diduduki Agus Santoso diubah menjadi Sahala Lumban Gaol.
Berikut adalah jajaran Direksi dan Komisaris hasil RUPST Garuda Indonesia.
Direktur Utama: I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra
Direktur Operasi: Capt Bambang Adisurya Angkasa
Direktur Teknik & Layanan: Iwan Joeniarto
Direktur Human Capital: Heri Akhyar
Direktur Niaga: Pikri Ilham Kurniansyah
Direktur Kargo & Pengembangan Usaha: Mohammad Iqbal
Direktur Keuangan & Manajemen: Resiko Fuad Rizal.
Komisaris Utama: Sahala Lumban Gaol
Komisaris Independen: Herbert Timbo P Siahaan, Insmerda Lebang, Eddy Porwanto Poo
Komisaris: Chairal Tanjung.
KOMENTAR ANDA