Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara terancam denda sebesar Rp 25 miliar dalam kasus rangkap jabatan.
Pria yang akrab disapa Ari Askhara ini selain menjabat sebagai pucuk pimpinan Garuda juga menjadi komisaris utama dalam dua maskapai lainnya, yakni Citilink dan Sriwijaya Air.
Citilink masih merupakan maskapai plat merah. Sementara Sriwijaya adalah maskapai plat hitam swasta.
Menurut Jurubicara dan anggota Komisioner KPPU Guntur Saragih ancaman denda ini mengacu pada UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Disebutkan dalam aturan itu bahwa pelanggaran aturan rangkap jabatan dapat dikenakan denda antara Rp 5 miliar hingga Rp 25 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan.
Keputusan denda menjadi wewenang Majelis Komisi Persidangan. Sejauh ini, KPPU masih melakukan investigasi.
Dalam keterangannya kepada KPPU, menurut Guntur, Ari Askhara yang pernah menjadi Direktur Utama PT Pelindo III tidak merasa bersalah, dan menyatakan bahwa rangkap jabatan itu sesuai dengan prosedur.
Dia juga mengatakan, bahwa rangkap jabatan itu adalah penugasan langsung dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Atas pernyataan itu, KPPU sedang membicarakan apakah perlu memanggil Menteri BUMN.
Selain Ari Ashkara KPPU akan memeriksa Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah dan Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahtjo yang juga tercatat sebagai komisaris Sriwijaya Air.
Pasal 26 UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan bahwa seorang direksi atau komisaris dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain apabila berada dalam pasar bersangkutan atau sektor yang sama dan secara bersamaan dapat menguasai pangsa pasar tertentu.
Rangkap jabatan dikhawatirkan melahirkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Dengan pertimbangan itu, menurut Guntur, rangkap jabatan yang dilakukan Ari Askhara, Pikri Ilham Kurniansyah, dan Juliandra Nurtjahtjo berpotensi melahirkan monopoli.
Garuda dan Sriwijaya Air menjalankan Kerja Sama Operasi (KSO) sejak November 2018. KPPU menduga, Garuda mengendalikan Sriwijaya Air dengan menggunakan KSO itu. Padahal, semestinya dua maskapai ini bersaing.
“Model KSO yang mengendalikan kegiatan pamasaran melanggar pasal 26 UU Anti Monopoli,” tegasnya.
Praktik yang dilakukan Garuda dan Sriwijaya Air ini membuat kini secara faktual hanya ada tiga grup maskapai yang beroperasi di Indonesia, yakni Garuda Indonesia, Lion Air dan Air Asia.
Dari tiga grup itu hanya Garuda dan Lion Air yang diterima KPPU menduga Air Asia telah diboikot oleh agen perjalanan. Akibatnya, hanya tersisa dua grup besar, yakni Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group.
Menurutnya, persoalan harga tiket yang menyusahkan konsumen, terjadi karena praktik monopoli dan persaingan tidak sehat ini.
Persoalan akan menjadi lain apabila Sriwijaya Air tidak berada di bawah pengaruh Garuda Indonesia, juga apabila Air Asia dapat diterima pasar tiket penerbangan.
KOMENTAR ANDA