MONUMEN Stonehenge dan sejenisnya di Inggris telah tersohor sebagai situs yang digunakan oleh masyarakat masa Neolitikum-Akhir untuk menandai peristiwa-peristiwa astronomi, merayakan berlalunya musim serta mengubur para almarhum mereka.
Poemmelte
Ternyata 4300 tahun yang lalu, manusia telah melakukan ritual serupa Stonehenge di Poemmelte yang kini berada di dalam wilayah Jerman.
Situs Poemmelte berbentuk lingkaran gundukan tanah, parit, dan deretan tiang kayu yang berada di sebuah kawasan barat daya Berlin. Mengingat usia situs itu dibangun di sekitar waktu yang sama dengan Stonehenge, beberapa peneliti menyatakan bahwa Poemmelte bisa terkait dengan monumen terkenal di kepulauan Inggris serta situs-situs serupa yang tersebar di seluruh daratan Eropa.
Sejak tahun 1980-an, arkeolog dan pakar Stonehenge, Timothy Darvill dari Bournemouth University telah menyatakan hadirnya monumen seremonial kuno di daratan Eropa utara yang beberapa di antaranya bahkan lebih tua dari Stonehenge
Woodhenge
Dari tahun 2005 hingga 2008, penggalian dipimpin oleh arkeolog André Spatzier dari Kantor Negara untuk Warisan Budaya di Baden-Württemberg, Jerman, dan François Bertemes di Martin Luther University di Halle-Wittenberg, Jerman, menemukan sekumpulan lubang dan lubang tiang di mana pagar atau tiang terbuat dari kayu, sehingga situs itu dijuluki sebagai Woodhenge.
Dalam studi terbaru, peneliti menganalisis item yang tersimpan di dalam lubangnya selama era Poemmelte sekitar 300 tahun, yang terjadi pada masa transisi antara zaman Neolitikum Akhir dan Perunggu Awal.
Pada fase paling dini, deteksi radiokarbon menunjukkan masa sekitar 2300 SM, lubang-lubang itu dipenuhi dengan potongan-potongan yang telah rusak dari bejana minuman berbahan keramik seperti gelas, kendi dan cangkir, kapak batu, batu penggilingan, dan tulang hewan. Ukuran mereka menunjukkan bahwa semuanya dihancurkan secara ritual sebelum dibuang ke dalam lubang.
Ritual Pengorbanan
Ada juga temuan dari periode tersebut berupa potongan-potongan mayat 10 anak-anak dan perempuan. Empat di antaranya menyandang kerusakan tengkorak yang parah dan patah tulang rusuk tepat sebelum saat kematian mereka.
Dibandingkan dengan penguburan beberapa pria yang diatur dengan hati-hati di salah satu cincin tanah Poemmelte, para wanita dan anak-anak dilemparkan secara sembarangan ke dalam lubang.
Alasan kematian mereka tetap menjadi misteri, namun ritual pengorbanan merupakan kemungkinan penjelasan. Sisanya, dikubur dengan cara yang sama termasuk sejumlah batu giling, batu gerinda, dan tulang binatang, berikut dengan segenggam tulang manusia tanpa tubuh.
Ini menandakan pada tradisi penggunaan yang berkelanjutan turun menurun.
Kelirumologi
Hasil penelitian terhadap situs “Woodhenge Jerman” di Poemmelte membuktikan bahwa apa yang disebut sebagai ilmu sejarah apalagi arkeologi tidak statis mandeg di tempat namun berkelanjutan dinamis berkembang sambil mengoreksi diri sendiri.
Arkeologi merupakan satu di antara sekian banyak bukti bahwa apa yang disebut sebagai ilmu sekadar sebuah buatan manusia yang mustahil sempurna. Namun kesadaran atas ketidak-sempurnaan justru merupakan suatu daya yang seyogianya secara kelirumologis terus-menerus digunakan untuk melakukan penyempurnaan diri alias lestari mengoreksi diri sendiri tanpa henti demi gigih berkelanjutan berupaya mendekati kesempurnaan.
Kelirumologi merupakan enerji penggerak mekanisme peradaban. Jika manusia berhenti mengoreksi kekeliruan yang pasti mereka lakukan akibat ketidak-sempurnaan mereka, maka peradaban akan mandeg alias statis berhenti di tempat.
Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi.
KOMENTAR ANDA