Alasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan pembatalan kerjasama antara Garuda Indonesia dengan Mahata Aero Teknologi dalam hal penyediaan jaringan wifi super cepat dinilai masih tidak jelas.
Anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah khawatir ada muatan politik di balik rekomendasi BPK itu.
Citilink Indonesia, anak perusahaan Garuda Indonesia, pada bulan November 2018 lalu menjalin kerjasama penyediaan wifi super cepat dengan Mahata Aero Teknologi.
Garuda yakin kerjasama itu akan memberikan keuntungan sebesar 239,9 juta dolar AS atau setara Rp 3,4 triliun. Dengan memasukkan potensi keuntungan ini sebagai pendapatan di tahun 2018, Garuda Indonesia mencatat keuntungan di tahun itu sebesar 809 ribu dolar AS.
Menurut dua komisaris Garuda Indonesia dari Trans Airways dan Finegold Resources Ltd., Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, tanpa memasukkan potensi keuntungan itu Garuda seharusnya mencatatkan kerugiaan sebesar 244,9 juta dolar AS atau setara 3,5 triliun.
“Saya belum tahu kenapa BPK minta membatalkan (kerjasama dengan Mahata). Alasannya apa? Kalau memang pembatalan karena ada hal-hal yang merugikan Garuda saya kira memang tidak menjadi masalah. Tetapi tanpa alasan yang tepat, hanya karena alasan politis, saya kira, janganlah seperti itu,” ujar Inas Nasrullah dalam perbincangan dengan Kantor Berita RMOL, Kamis malam (11/7).
Dia mengatakan, sejak awal kekisruhan yang tengah terjadi di Garuda ini berbau politik. Kehadiran Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia telah “mengguncangkan” pemegang saham.
“Setelah Ari masuk dan membenahi keadaan, saham Garuda naik. Sebenarnya kan bagus bagi Garuda. Tapi ada pemegang saham yang tidak suka dengan itu. BPK melihat (memperhatikan) ke sana,” sambung dia.
“Kenapa sekarang bagus tapi ada gonjang ganjing? Ini yang jadi tanda tanya. memang posisi Pak Ari yang sedang digoyang-goyang orang,” demikian Inas Nasrullah yang juga Ketua Fraksi Hanura di DPR RI.
KOMENTAR ANDA