Indonesia National Air Carrier Association (INACA) telah melaporkan kebijakan “tiket murah” yang diumumkan Kantor Menko Perekonomian hari Senin lalu (8/7) ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Kebijakan itu dinilai sebagai sebuah offside karena urusan penentuan tarif penerbangan bukan merupakan ranah atau wilayah kerja Menko Perekonomoian, melainkan Menteri Perhubungan.
Selain itu, untuk membuat peraturan ada berbagai tahapan yang wajib dilakukan. Termasuk mempertimbangkan kepentingan subyek yang diatur.
Perihal laporan INACA ke ORI ini disampaikan anggota ORI Alvin Lie.
“Indonesia National Air Carrier Association (INACA) dan maskapai pasti sangat keberatan dan menolak. Saat ini saja INACA sudah mengadukan ke Ombudsman dugaan maladministrasi dalam penerbitan Keputusan Menhub KM106/2019 yang menurunkan TBA,” ujar Alvin yang juga pakar dunia penerbangan.
Dia mengatakan, sejak 2014 TBA atau Tarif Batas Atas tidak pernah dinaikkan, malah diturunkan. Padahal biaya operasi airlines sudah naik signifikan.
“Tidak sepatutnya pemerintah masuk sedemikian jauh ke ranah korporat. Itu bukan ranah pemerintah. Sejauh airlines tidak melanggar TBB / TBA tidak ada alasan Pemerintah intervensi,” masih kata mantan anggota DPR RI itu.
“Kecuali jika Pemerintah yang membiayai program tersebut,” tegas dia.
Hal lain yang membuat Alvin Lie prihatin adalah kenyataan bahwa pemerintah lebih memberikan perhatian besar pada penerbangan yang menggunakan pesawat jet. Sementara di saat bersamaan mengabaikan penerbangan pada rute-rute yang menggunakan pesawat baling-baling atau propeller.
Padahal pesawat propeller melayani kota-kota kecil yang sangat membutuhkan transportasi udara.
“Lagipula biaya angkut per kursi per kilometer pesawat propeller sangat tinggi. Mencapai tiga sampai lima kali lipat pesawat jet. Tapi pemerintah sama skali tidak perhatikan. Anggaran subsidi untuk rute perintis justru dikepras,” sambungnya.
“Dimana keadilan? Dimana kepedulian terhadap kota-kota dan daerah terpencil?” demikian Alvin Lie menutup uraiannya.
KOMENTAR ANDA