KINI Amerika tidak hanya mempersoalkan kemampuan nuklir Iran, sebagaimana disepakati dan diatur dalam perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action Partnership (JCPOA) yang ditandatangani saat Barack Obama menghuni Gedung Putih, akan tetapi juga menyasar persoalan kemampuan peluru kendali balistik Iran yang mengalami kemajuan luar bisa.
Walaupun jika menggunakan logika awam yang berpijak pada prinsip keadilan, jika Amerika membuat rudal apa saja sebagaimana ia membuat senjata nuklir berapa saja, tidak ada negara lain yang mempertanyakannya,apalagi melarangnya, mengapa kini Amerika mempersoalkan rudal Iran?
Akan tetapi demikianlah realitas yang ada. Negara-negara besar merasa memiliki hak untuk mengatur, dan membatasi kemampuan negara kecil dan lemah.
Iran mengembangkan sendiri berbagai kebutuhan persenjataannya, disebabkan banyak negara tidak mau menjual senjata kepada negara yang dipimpin para Mullah ini. Iran menerima sangsi beragam yang diberikan sejak revolusi 1979 yang dipimpin Ayatollah Khomaini.
Karena itu, Iran tidak punya pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan alutsistanya, kecuali membuatnya sendiri. Kini Iran telah berhasil membuat rudal yang bisa menjangkau Israel.
Diantara rudal-rudal permukaan ke permukaan Iran yang mengkhawatirkan Israel dan sejumlah negara Arab Teluk tetangganya antara lain: Dezful dengan jangkauan 1.000 kilometer, Shahab-3 dengan jangkauan 1.200 kilometer, Hoveyzeh dengan jangkauan 1.350 kilometer, dan yang terjauh yang sudah dipamerkan ke publik adalah Khoramshahr yang mampu menjangkau sasaran dengan jarak 2.000 kilometer.
Sementara jarak antara Teheran dengan Tel Aviv hanya sekitar 1.900 kilometer saja.
Sedangkan rudal untuk sasaran benda bergerak yang dimilikinya, belum banyak diketahui publik. Masyarakat internasional baru mengetahui kemampuan Iran dalam senjata jenis ini, saat drone Amerika jenis RQ-4 Global Hawk ditembak jatuh dengan menggunakan rudal jenis Khordad 3.
Menurut Mentri Pertahanan Iran Brigader Jenderal Amir Hatami, negaranya memiliki persenjataan anti serangan udara yang lebih tinggi yang dikenal dengan nama Khordad 15.
Sistem ini dilengkapi dengan rudal Sayyad 3 yang dapat menembak jet tempur pada jarak 120 kilometer. Sistem ini juga dirancang untuk bisa menembak 6 sasaran sekaligus.
Selain berbagai jenis rudal di atas, Iran juga memproduksi rudal anti tank, rudal anti kapal laut, dan beraneka drone baik untuk keperluan mata-mata maupun yang dilengkapi dengan senjata untuk menyerang musuh.
Rudal-rudal jarak pendek Iran sudah teruji keampuhannya ketika digunakan Hizbullah saat menyerang Israel dari Libanon atau Suriah, sementara keandalan dronenya sudah terbukti saat digunakan pemberontak Houthi untuk menyerang berbagai sasaran di Saudi Arabia dari Yaman.
Saat proyek rudalnya dipersoalkan Donald Trump, Iran balik menyalahkan Amerika yang mempersenjatai Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab yang memusuhinya secara berlebihan.
Menurut Menlu Iran Mohammad Javad Zarif yang diwawancarai berbagai media saat mengunjungi New York, Saudi Arabia telah mengeluarkan 67 miliar dolar AS dan UAE menghabiskan 22 miliar dolar AS untuk belanja senjata pada tahun 2018, dan semua senjata tersebut dibelinya dari Amerika. Padahal Iran hanya mengalokasi 16 miliar dolar AS untuk belanja militernya di tahun yang sama.
Pernyataan Zarif ini tampaknya dimaksudkan untuk mengingatkan dunia internasional, jika perlombaan menimbun senjata seperti ini berlanjut, maka meledaknya kawasan Teluk hanya masalah waktu saja.
Akan tetapi apa yang disampaikan Menlu Iran di atas, dapat juga dimaknai sebagai sindiran terhadap tetangga-tetangganya yang membeli mesin perang dengan harga yang sangat mahal. Padahal kemampuannya jauh dibawah kemampuan peralatan militer Iran, dengan harga yang jauh lebih murah dan diproduksi di dalam negri sendiri.
Dengan kata lain memproduksi peralatan militer sendiri jauh lebih murah dari pada mengimpor dari Amerika, dan hasilnya lebih andal, serta tidak bergantung dengan negara penjualnya, yang seringkali diikuti dengan seabrek ketentuan yang membatasi penggunaannya.
Anehnya banyak negara lebih suka membeli dibanding memproduksi sendiri.
Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan bahwa Iran siap merundingkan program rudalnya, jika Amerika menghentikan suplai senjata kepada negara-negara Arab tetangganya.
Sementara orang nomor satu di Iran Ayatollah Ali Khamenei dengan tegas menyatakan bahwa program rudal Iran tidak untuk dinegosiasikan, dan ia menjamin Iran tidak akan mengembangkan rudalnya untuk menjangkau Eropa, karena negara-negara Eropa bukanlah musuh Iran.
Karena itu menarik untuk dicermati perkembangan ke depan, mengingat masalah rudal Iran bukan saja masih tarik-menarik antara Iran vs Amerika dan sekutunya di Timur-Tengah, akan tetapi di antara para pejabat di dalam negri Iran sendiri masih berbeda pendapat dalam masalah ini.
KOMENTAR ANDA