Auditor yang mempersiapkan laporan keuangan PT Garuda Indonesia dapat dibawa ke ranah pidana jika terbukti melakukan kejahatan rekayasa laporan keuangan yang dikategorikan sebagai tindakan korupsi.
Hal tersebut disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar. Menurutnya, langkah Kementerian Keuangan menjatuhkan sanksi terhadap auditor yang tidak profesional menjalankan tugasnya sudah tepat.
Bahkan jika terbukti tindakannya sebagai bagian dari kejahatan korupsi, maka auditor tersebut harus disanksi berupa pencabutan izin.
“Bahkan bisa dipidanakan sebagai pihak yang membantu atau penyerta dalam kejahatan korupsi yang diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP," ucap Abdul Fickar kepada Kantor Berita RMOL, Selasa (30/7).
Dengan demikian, Abdul berharap pemerintah melalui Kementerian BUMN memeriksa seluruh jajaran direksi yang menangani laporan keuangan PT Garuda Indonesia.
"Hal ini bertujuan untuk mencari kemungkinan ada atau tidaknya niat jahat dari pihak manajemen yang memasukan ‘pendapatan yang belum tentu diklaim sebagai keuntungan’ dalam laporan keuangan Garuda sehingga terlihat untung padahal merugi," jelasnya.
Bahkan, Kementerian BUMN harus mengganti personelnya dan menyerahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila ada indikasi tindak pidana korupsi.
“Bisa jadi kerugian itu disebabkan oleh inefisiensi korporasi dan terjadinya korupsi. Jika ada indikasi korupsi seharusnya Kementerian BUMN mengganti personel dan menyerahkannya ke KPK," paparnya.
Namun, PT Garuda Indonesia bisa tidak dipidana jika bisa membuktikan kerugian yang dialami benar-benar kerugian dari perjalanan bisnisnya.
"Tapi jika kerugian Garuda bisa dibuktikan sebagai bentuk kerugian dari perjalanan bisnisnya dan tanpa muatan suap dari para pejabat Garuda. Maka itu, murni langkah korporasi yang harus dihormati dan tak bisa dipidanakan," tandasnya.
Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia mengumumkan sepanjang tahun 2018 perusahaan mencetak laba bersih 809.840 dollar AS pada Rabu (24/4) lalu. Laba tersebut meningkat tajam dari tahun 2017 yang rugi 216,58 juta dollar AS.
Laporan keuangan tersebut ditolak dua Komisaris. Penolakan berkaitan dengan perjanjian kerjasama Garuda dengan PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia yang diperkirakan menuai kerugian sebesar 244,95 juta dollar AS.
Sementara itu Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan adanya pelanggaran di laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018 Kuartal I tersebut.
Akibatnya, OJK dan Kemenkeu memberikan sanksi kepada Garuda dan auditor yang mengaudit keuangan tersebut.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga memberikan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang selaku auditor laporan keuangan Garuda Indonesia.
KOMENTAR ANDA