Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto diminta bertanggung jawab atas kecelakaan Heli MI-17/Sukhoi di Oksibil, Papua pada 28 Juni 2019.
Permintaan tersebut disampaikan mantan Pangdam Cenderawasih Mayjen (Purn) Christian Zebua.
Zebua menyebutkan, semua penggunaan kekuatan baik prajurit maupun peralatan TNI untuk operasional berada di bawah kendali dan tanggung jawab penuh Panglima TNI.
"Secara struktural, tanggung jawab operasional alutsista, hilangnya heli MI-17 sepenuhnya di bawah kendali Panglima TNI dengan Mayjen Marzuki selaku Pangkoops Pinangsiri. Dengan demikian Panglima TNI dan Pangkoops Marzuki harus bertanggung jawab. Sedangkan Pangdam Cenderawasih tidak bisa diminta bertanggung jawab terhadap kegagalan Operasi di Papua tersebut karena hanya mengemban fungsi pembinaan kekuatan," kata dia dalam keterangan di Jakarta, Kamis (1/8).
Jelas Zebua, kegagalan Panglima TNI dalam operasi di Papua tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bukan hanya alutsista berupa Heli MI–17, tetapi sudah begitu banyak prajurit yang menjadi korban.
Menurut Zebua yang telah malang melintang di Papua, Panglima TNI tidak bisa diam, dia tidak bisa main-main dalam menjalankan tugas. Panglima TNI harus memiliki kesungguhan dalam menyelesaikan permasalahan Papua.
“Kalau dirasa kurang mampu sebenarnya masih banyak perwira tinggi TNI yang mampu memimpin TNI,” kata dia lagi.
Dalam doktrin TNI, lanjut Christian Zebua, seluruh operasi TNI menyangkut seluruh kebijakan operasional TNI merupakan tanggung jawab Panglima TNI selaku pengguna kekuatan. Tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pimpinan. Tidak ada prajurit yang harus dikorbankan, dan yang harus berkorban adalah Komandan.
“Mulailah menjadi tentara profesional, terutama di level pimpinan. Bagi yang di luar institusi militer baik yang sedang menjabat atau tidak, harus memahami tupoksi. Perwira TNI harus belajar untuk berani memikul tanggung jawab bukan mendistribusikan tanggung jawab, bahkan berani mundur kalau memang terbukti tidak mampu. Jangan mengembangkan budaya lepas tanggung jawab karena sedang berkuasa,” tutur Zebua.
Ditambahkannya, pembinaan personel di TNI sebenarnya memiliki pakem yang baku, dimana seorang perwira harus melalui tour of duty dan tour of area yang cukup, sehingga perwira tersebut memiliki pengalaman penugasan yang cukup. Dengan pengalaman yang cukup maka naluri tempur akan tumbuh.
"Pelanggaran terhadap pakem yang ada dalam binpers, akan menyebabkan seorang perwira akan menghadapi keterbatasan pengalaman penugasan, sehingga kelak menjadi seorang pemimpin, perwira ini tidak akan berani bertindak, dan ujung-ujungnya yang terjadi adalah kegagalan dan kegagalan, lalu menyalahkan pihak lain," demikian Zebua.
Helikopter TNI jenis MI-17 dilaporkan hilang dalam misi penerbangan dari bandara Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang ke Bandara Sentani, Jayapura, Papua.
Berdasarkan keterangan resmi Kodam XVII/Cendrawasih, helikopter dengan nomor register HA-5138 milik Penerbad TNI AD itu membawa 12 orang terdiri dari 7 orang kru dan 5 personel Satgas Yonif 725/Wrg yang akan melaksanakan pergantian pos.
Helikopter itu melaksanakan misi pendorongan logistik ke pos udara pengamanan perbatasan di Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang Papua. Beberapa pos pengamanan TNI di perbatasan Indonesia-Papua Nugini hanya dapat ditempuh dengan sarana angkut pesawat udara.
KOMENTAR ANDA