Negara sebesar Indonesia dengan wilayah udara yang begitu luas membutuhkan lembaga think tank kedirgantaraan yang dapat diandalkan.
Lembaga tersebut idealnya bekerja secara independen memberikan masukan kepada pengambil kebijakan agar tidak terjadi kekosongan kebijakan di tengah perkembangan dunia kedirgantaraan yang begitu pesat.
Selain kepada pemerintah, lembaga itu pun idealnya mengedukasi publik agar memiliki pemahaman yang memadai mengenai perkembangan kedirgantaraan mengingat aktivitas kedirgantaraan semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Demikian antara lain disampaikan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) Marsekal (Purn) Chappy Hakim ketika membuka pertemuan ke-9 PSAPI di ruang pertemuan lantai 8, Gedung Karsa, Kementerian Perhubungan di Jalan Medan Merdeka Barat, Senin pagi (5/8).
Chappy berharap, PSAPI dapat mengambil peran tersebut.
Terkait dengan perkembangan dunia kedirgantaraan yang begitu pesat, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) itu mencontohkan sebuah diskusi di Leiden, Belanda, sekitar dua bulan lalu yang dihadirinya.
“Saya yakin kalau seminar itu diadakan di Jakarta akan dianggap sebagai dagelan dan ditertawakan orang. Topiknya adalah block building at the outer space,” ujar Chappy Hakim.
“Bayangkan, dari sekarang mereka sudah bikin kapling-kapling karena ternyata ada potensi mineral dan tambang (di luar angkasa) yang sangat dibutuhkan manusia di masa depan, dan sekarang sudah mulai menuju ke dispute,” sambungnya sambil menambahkan sekitar lima tahun lalu hal ini baru berada pada tahap Research and Development (RND).
“Kalau kita boro-boro untuk outer space (luar angkasa). Untuk air (udara) saja kita masih sedikit perhatian,” katanya lagi.
Chappy Hakim sudah lama membayangkan sebuah lembaga think tank kedirgantaraan yang kredibel. Sejak pensiun di tahun 2005, ia kerap mengajak beberapa temannya berkumpul untuk membicarakan hal itu.
Akhir tahun lalu, pria kelairan Jogjakarta, 17 Desember 1947 ini meluncurkan tiga buku kedirgantaraan, yakni “Penegakan Kedaulatan di Udara”, “Menata Ulang Penerbangan Nasional”, dan “Tol Udara Nusantara”.
Usai peluncuran ketiga buku itu Chappy Hakim mulai mematangkan rencana pembentukan lembaga think tank dan mengajak sejumlah temannya serta pihak-pihak yang memiliki perhatian yang sama pada perkembangan dunia kedirgantaraan untuk berkumpul setidaknya sebulan sekali.
“Saya dulu merasa sendirian lalu mengundang beberapa teman dekat. Sekarang setiap bulan kita bisa bertemu seperti ini. Luar biasa,” kata dia.
Chappy mengatakan, sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini, termasuk kekacauan sistem digital Bank Mandiri dua pekan lalu dan pemadaman listrik di Pulau Jawa kemarin (Minggu, 4/8) memberikan gambaran mengenai tantangan yang dihadapi dunia kedirgantaraan Indonesia.
“Hal-hal itu juga merupakan tantangan (bagi dunia kedirgantaraan) yang tidak terlihat secara visual, tetapi berakibat fisik. Belum lagi kalau kita bicara tentang Artificial Intelligent dan Cyber War. It is our future,” demikian Chappy Hakim.
KOMENTAR ANDA