NYARIS sebulan setelah saya menulis naskah KEMELUT HONG KONG (21 Juli 2019) ternyata kemelut Hong Kong belum berakhir.
Bahkan terjadi eskalasi unjuk rasa warga dari jalan raya merangsek masuk ke pusat perbelanjaan bahkan kemudian bandara internasional yang menyebabkan penerbangan macet total. Konsulat Jenderal RI sigap bereaksi memulangkan para WNI ke Tanah-Air-Udara demi keselamatan mereka masing-masing.
Tampaknya kepolisian Hong Kong sudah habis kesabaran maka tak segan bermata gelap melakukan kekerasan yang sudah termasuk kategori pelanggaran HAM.
Geopolitik internasional juga memanas sehingga Republik Rakyat China merasa perlu memaklumatkan larangan terhadap armada kapal perang Amerika Serikat berkeliaran di kawasan lautan sekitar Hong Kong.
Qatar
Dalam perjalanan kembali dari tugas kebudayaan di Moskow, saya menyempatkan diri singgah ke Qatar untuk melihat sejauh mana persiapan pembangunan infra struktur menyongsong penyelenggaraan World Cup Sepakbola pada tahun 2022 mendatang.
Di Doha saya sempat berjumpa seorang warga Hongkong yang identitasnya wajib dirahasiakan agar beliau tidak terkena dampak tak diinginkan. Sang warga Hong Kong menyatakan bahwa masyarakat Hong Kong kali ini gigih melakukan perlawanan terhadap pemerintah Republik Rakyat Cina demi mempertahankan demokrasi hadir di Hong Kong.
Apalagi pada saat serah-terima Hong Kong dari Inggris ke RRChina telah dijalin kesepakatan tertulis bahwa pemerintah RRChina tidak akan mengusik demokrasi di Hong Kong seperti yang telah dinikmati masyarakat Hong Kong pada masa di bawah kekuasaan kepemerintahan kerajaan Inggris. Apa yang kini sedang terjadi di Hong Kong dianggap sebagai pelanggaran kesepakatan tertulis tersebut.
Trauma
Alasan utama lainnya adalah sebagian masyarakat Hong Kong termasuk moyang sanak-keluarga warga Hong Kong yang saya jumpai di Qatar sempat merasakan penderitaan hidup di daratan utama China sehingga melarikan diri ke Hong Kong dengan berbagai cara mulai dari sebagai penumpang gelap bus atau truk sampai menyeberangi lautan dengan tongkang.
Bagi yang kurang beruntung bisa lanjut melarikan diri ke Kanada atau Inggris sehingga terpaksa tetap bermukim di Hong Kong menderita trauma masa lalu maka sangat amat terlalu tidak ingin kembali berada di bawah kekuasaan RR China yang memang tidak demokratis.
Maka warga Hong Kong yang sedang bekerja di Qatar itu sesumbar dengan semangat rawe-rawe-rantas-malang-malang-putung secara moril mendukung perlawanan masyarakat Hong Kong terhadap pemerintah dan kepolisian Republik Rakyat Cina.
Tanpa niat ikut campur urusan internal Hong Kong versus Republik Rakyat China, saya pribadi memanjatkan doa permohonan kepada Yang Maha Kuasa berkenan menyadarkan segenap pihak yang sedang berselisih paham apalagi frontal bertarung secara ragawi untuk sudi saling menahan diri untuk musyawarah-mufakat bersama mencari jalan ke luar dari permasalahan yang dihadapi demi menghentikan kemelut serta kembali menghadirkan suasana damai-sejahtera di Hong Kong sebagai satu di antara beberapa kawasan ekonomi paling gemilang di planet bumi ini. AMIN.
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang mendambakan perdamaian di planet bumi.
KOMENTAR ANDA