Kenaikan harga bahan bakar diiringi dengan penurunan permintaan domestik ternyata berhasil membawa Air New Zealand mengalami pengurangan angka laba bersihnya hingga 31 persen pada periode 2018/2019.
Dilaporkan oleh Simple Flying, penghasilan Air New Zealand sebelum bunga dan pajak periode 2018/2019 mencapai 540 juta dolar NZ atau hampir Rp 5 triliun (kurs: Rp 9.072,-/dolar NZ), tertinggi kedua dalam maskapai. Namun laba bersih yang dihasilkan hanya setengah dari angka tersebut atau turun 31 persen dari laba bersih periode 2017/2018, 390 juta dolar NZ atau sekitar Rp 3,5 triliun.
Meski begitu, tampaknya saat ini peningkatan laba bersih akan menjadi pekerjaan yang sulit bagi CEO Air New Zealand, Jeff McDowall karena adanya kenaikan harga bahan bakar dan penurunan permintaan domestik.
Sejak setahun terakhr, dolar New Zealand mengalami pelemahan terhadap dolar AS yang menyebabkan harga bahan bakar naik hingga 28 persen. Akibatnya, maskapai harus menambah pengeluaran ekstra sebesar 191 juta dolar NZ atau sekitar Rp 1,8 miliar.
Sementara sejak lima tahun terakhir, perjalan domestik yang tumbuh 20 persen justru mengalami perlambatan. Imbasnya, maskapai harus memotong rute dan kapasitasnya. Sedangkan untuk meningkatkan permintaan, tiket pesawat dibuat jadi lebih murah.
Selain kedua persoalan tersebut, Air New Zealand juga tengah menghadapi persoalan teknis dimana Boeing 787-9 Dreamliners nya memiliki masalah mesin Rolls Royce sehingga harus menyewa pesawat dari Eva dan Singapore Airlines. Euro News sebelumnya memperkirakan biaya untuk menangani masalah mesin ini akan berada di sekitar 30 hingga 40 juta dolar New Zealand.
KOMENTAR ANDA