BERBAGAI pihak terutama para pencinta bahasa mengecam teknologi internet menghadirkan medsos yang dianggap merusak bahasa.
Filologi
Generasi milineal terbiasa menggunakan bahasa SMS penuh terminologi akronomis seperti LOL, OMG, BTW, OTW, EOW (Emboh Ora Weruh).
Istilah baru yang sebelumnya belum ada dipaksakan untuk diada-adakan agar ada. Tata bahasa dipersetan. Kemampuan menuangkan perasaan ke tulisan disesuaikan keterbatasan ruang tweeter.
Bentuk-bentuk bahasa baru dilahirkan demi memenuhi kebutuhan bahasa para pengguna teknologi internet dengan mengorbankan bentuk-bentuk bahasa yang sudah ada.
Kelirumologi
Syukur alhamdullilah, Pusat Studi Kelirumologi tidak sekejam para pencinta bahasa yang merangkap pembenci internet.
Menurut hasil riset non-komprehensif PSK, sebenarnya peradaban internet berjasa besar dalam melahirkan mahluk tidak hidup yang disebut sebagai “emoji”.
Emoji yang semua hanya berbentuk mimik wajah dan kemudian berkembang menjadi isyarat tangan pada hakikatnya merupakan mahakarya teknologi internet.
Namun emoji kemudian berkembang menjadi mahakarya peradaban yang sebelumnya belum pernah ada di alam semesta atau minimal di planet bumi yaitu apa yang disebut sebagai “sticker” sebagai dampak akibat teknologi WhatsApp.
Sticker
Saya memang gaptek banget, maka semula tidak mau sebab tidak mampu menggunakan WA. Semula saya sama sekali tidak suka stickers yang semula saya anggap konyol.
Namun terpaksa saya tidak malu mengakui bahwa setelah saya menggunakan WA maka saya tergila-gila dalam ketagihan mengirim mau pun menerima sticker lewat hape.
Bahkan kini saya punya supplier yang rutin memasok sticker menggunakan foto diri saya sendiri dengan teks mulai dari yang jenaka sampai yang menjengkelkan.
Bahkan secara lambat namun pasti, saya mengurangi penggunaan bahasa verbal demi menggantikannya dengan bahasa sticker.
Kini saya punya sahabat telekomunikasi WA seperti antara lain, Simon Lily Tjahjadi, Yasonna Laoly, Suryo Prabowo, Eros Jarot, Darminto Sudarmo, Teguh Santosa, Toni Rosyid, Christanto Wibisono, Nursyahbani Katjasungkana, Mustari Mustafa, Salim Said, Sandyawan Sumardi, Gatot Nurmantyo, Hendrawan Supratikno, Susi Pujiastuti, dll, demi asyik saling berbincang dengan bahasa sticker dalam suasana persaingan kekayaan perbendaharaan sticker.
Romo Frans Magnis Suseno belum termasuk para sahabat sticker, sebab sampai saya menulis naskah ini, beliau masih belum mau menggunakan WA.
Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi dan pembelajar peradaban
KOMENTAR ANDA