Pengiriman kedua baterai rudal S-400 ke Turki telah selesai dilakukan Rusia pada Minggu (15/9). Artinya seluruh komponen sistem pertahanan rudal tersebut telah dimiliki Turki. Setelah pemasangan sistem dan pelatihan personel, S-400 diperkirakan dapat beroperasi aktif secara penuh pada April 2020.
Dilansir dari Al Jazeera, peralatan S-400 pertama kali dikirim oleh Rusia ke Turki pada Juli lalu. Hal ini sempat memicu perselisihan di antara Turki dan Amerika Serikat.
Karena, menurut AS, sistem pertahanan rudal tersebut tidak sesuai dengan pertahanan NATO. Justru bisa menjadi ancaman bagi jet tempur siluman F-35 milik mereka.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavysoglu mengatakan kepada televisi CNN Turk pada Sabtu (14/9), bahwa S-400 tetap akan diaktifkan, meskipun ada peringatan AS.
"Mereka (pejabat AS) mengatakan kepada kami 'jangan aktifkan mereka dan kami bisa menyelesaikannya'. Tetapi kami mengatakan kepada mereka bahwa kami tidak membeli sistem ini sebagai alat bantu," ujar Cavusoglu.
Meski demikian, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bermaksud membahas pembelian rudal Patriot dengan Presiden AS Donald Trump bulan ini. Lebih lanjut, Erdogan mengatakan ikatan pribadinya dengan Trump dapat mengatasi ketegangan hubungan yang disebabkan pembelian S-400.
Diketahui, tidak hanya S-400 yang membuat hubungan Turki dan AS mengalami krisis. Ada beberapa perkara yang juga mempengaruhi hubungan keduanya, termasuk perbedaan strategi di Suriah dan perbedaan pendekataan yang dilakukan AS terhadap Iran.
KOMENTAR ANDA