Kisruh kerja sama antara PT. Sriwijaya Air dan PT. Garuda Indonesia harus diselesaikan secara tuntas dan bukan semata-mata diselesaikan melalui jalur kompromi atau hukum.
Praktisi Hukum dari Managing Partner, Kota Law Office, Sangap Surbakti menilai perlu penelusuran lebih mendalam soal anggaran Perjanjian Kerja Sama Manajemen (KSM) yang bertujuan menyelamatkan Sriwijaya dari kebangkrutan.
"Harus dicermati, jangan-jangan penggunaannya bukan untuk perputaran menyehatkan perusahaan, tapi displit buat yang lain. Cara semacam ini biasa dilakukan oleh pebisnis besar. Perusahaan negara dijadikan bancakan," jelas Sangap saat jumpa media di kawasan Tebet, Minggu (22/9).
Menurutnya, ujung persoalan yang saat ini tengah dihadapi adalah mencari atau menemukan penyimpangan penggunaan keuangan yang digunakan bukan untuk menyehatkan perusahaan. Dalam hal ini, kata dia, aparat hukum bisa masuk.
"Hacurnya keuangan negara sering terjadi karena ada kongkalikong dan terjadi bancakan. Maka negara harus masuk lebih dalam, harus masuk dan bisa melihat ini,” katanya.
Diwawancarai secara terpisah, aktivis dan praktisi hukum perburuhan, Ganto Almansyah mengatakan, negara harus segera memanggil pihak Sriwijaya dan Garuda agar masalah ini tidak mengorbankan nasib karyawan.
"Bagaimana pun penyelesaiannya, karyawan selalu pada pihak yang dirugikan. Maka negara harus hadir. Sebab dipastikan akan terjadi perubahan-perubahan dalam kesepakatan kerja nanti. Agar pekerja tak jadi korban dalam situasi bisnis ini,” tutupnya.
Kerja sama antara Garuda dan Sriwijaya tertuang dalam perjanjian Kerja Sama Manajemen untuk menyelamatkan Sriwijaya dari kebangkrutan. Diketahui Sriwijaya memiliki utang sebesar Rp 942 miliar kepada Pertamina, di PT BNI sebesar Rp 585 miliar (pokok) dan di PT GMF sebesar Rp 810 miliar.
Namun dalam rapat pemegang saham bulan ini, Sriwijaya memberhentikan Joseph Andriaan Saul sebagai Direktur Utama Sriwijaya. Pemegang saham juga mencopot Direktur Sumber Daya Manusia dan Layanan Harkandri M. Dahler dan Direktur Komersial Joeph K. Tendean. Ketiganya merupakan mantan pejabat Garuda Indonesia.
Laporan: Raiza Andini
KOMENTAR ANDA