Tepatnya 1978, proyek pengembangan pesawat pertama XT-400 yang dibanggakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Penerbangan Nasional (LAPAN) terhenti karena persoalan dana.
Nama Suharso, sang pahlawan dirgantara perancang XT-400 juga ikut tenggelam.
Namun 30 tahun kemudian, pada 2008, sebuah tim dari Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Jakarta melakukan studi pengembangan lanjutan proyek tersebut. Nama proyek pesawat tersebut kemudian berubah menjadi XT-800. XT sendiri adalah kepanjangan dari Experimental Transport.
Dilansir dari Airspace Review, XT-400 mengadopsi dua mesin Lycoming IO-540C berdaya 250 HP untuk masing-masing. Kecepatan maksimumnya berkisar 273 km/jam dengan ketinggian terbang 4.665 dan dan jangkaun operasi sekitar 965 km.
Sedangkan pengembangan XT-800 dimaksudkan untuk memodifikasi rancangan twin engine tersebut menjadi single engine.
Perkembangan tersebut terjadi pada motor Turbine Gas berwujud "Turbo-fan" untuk memberikan tenaga pada pesawat-pesawat besar.
Jika XT-400 hanya dapat menampung 7 penumpang dan seorang pilot, XT-800 memiliki kapasitas hingga 20 orang.
Pengembangan ini dilakukan merujuk kepada pesawat Gavilan buatan Kolombia, Amerika Latin. Pada 1985, Gavilan memiliki kapasitas 8 penumpang dengan tenaga motor piston. Sepuluh tahun kemudian, Australia mengadopsi Gavilan dengan menciptakan Airvan.
Baik Gavilan maupun Airvan memiliki twin engine yang kemudian dimodifikasi menjadi single engine.
Jika XT-800 benar-benar dikembangkan, maka pesawat akan memiliki sistem propulsi yang lebih sederhana, pesawat yang lebih ringan, dan harga yang lebih terjangkau.
KOMENTAR ANDA