MAROKO memiliki tiga kota unik akibat masing-masing memiliki ciri khas warna tersendiri.
Marakesh tersohor dengan julukan Al Hamra alias Kota Merah akibat mayoritas gedung di sana dicat merah.
Sementara Essaouira dijuluki Al Abyad akibat mayoritas bangunan di kota pantai Maroko itu berwarna serba putih.
Lain halnya dengan kota Shafshawan alias Chefchaouen yang disebut sebagai Al-Azraq alias Kota Biru sebab mayoritas gedung bahkan jalan di Maroko Barat Laut itu berwarna serba biru.
Kasbah
Semula Shafshawan didirikan sebagai sebuah kasbah kecil oleh keturunan Abdul as-Salam al-Alami dan Idris I bernama Moulay Ali ibn Rashid al-Alami.
Shafshawan didirikan untuk membentengi invasi Portugis di Maroko Utara. Bersama suku Ghomara, kaum Moor dan Yahudi bermukim di Shafsawan setelah Rekonquista Spanyol menjelang akhir abad XV.
Pada tahun 1920, Spanyol menduduki Shafshawan yang kemudian disebut sebagai Chefchaouen sebagai bagian dari jajahan Spanyol di Maroko.
Pada September 1925, skuadron pilot Amerika Serikat termasuk para veteran Perang Dunia I membombardir Chefchouen atas restu Perdana Menteri Prancis, Paul Painleve.
Kemudian Spanyol resmi mengembalikan Al Azraq kepada Maroko setelah proklamasi kemerdekaan Maroko pada tahun 1956.
Biru
Di masa kini Chefchaouen menjadi primadona destinasi wisata budaya di Maroko berkat daya tarik luar biasa istimewa berupa rumah dan bangunan bahkan jalan berwarna serba biru.
Beberapa teori berupaya menjelaskan latar belakang kewarna-biruan Chefchaouen antara lain bahwa warna biru efektif sebagai pengusir nyamuk karena konon warna biru tidak disukai para nyamuk Maroko.
Ada pula teori beraroma spiritualistik yang menyatakan warna biru adalah lambang langit dan surga.
Namun banyak pula warga Chefchaouen mengaku bahwa warna biru memang sengaja diinstruksikan oleh dinas pariwisata setempat sebagai seragam warna bagi seluruh kota sekedar sebagai daya tarik wisata.
Upaya promosi pariwisata itu tampaknya memang berhasil ke berbagai pelosok dunia menyohorkan Chefchaouen sebagai Kota Biru Maroko nan tiada dua di planet bumi masa kini.
Terbukti saya sampai ikut repot menulis naskah yang sedang Anda baca ini.
Penulis adalah pembelajar peradaban dunia.
KOMENTAR ANDA