Perkumpulan Ikatan Penerbang Curug 53 akan terus berupaya mendesak pemerintah untuk melanjutkan rencana pengelolaan ruang udara di atas Natuna, Tarempa, dan Kepulauan Riau.
Hal itu terungkap dalam seminar "Pengembalian Kontrol Flight Information Region (FIR) di Atas Wilayah Kedaulatan NKRI dari Singapura" yang diselenggarakan dalam rangkaian Silver Reunion Perkumpulan Ikatan Penerbang Curug 53, belum lama ini.
“FIR tidak ada hubungannya dengan kedaulatan. Alasannya karena dana yang tidak ada dan juga SDM yang belum memadai. Padahal kekuatan udara sangatlah penting untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Saya berharap banyak pada generasi muda saat ini,” demikian disampaikan Marsekal Purnawirawan, Chappy Hakim Dalam keterangannya kepada RMOLJabar, Selasa (21/1).
Dalam kesempatan itu Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, Andy Aron menuturkan yang menjadi permasalah Indonesia adalah belum memanfaatkan maksimum kewenangan sebagai negara yang mendelegasikan tanggung jawab pemberian layanan navigasi penerbangannya untuk memberikan persyaratan-persyaratan yang perlu dipenuhi oleh Singapura.
Selain itu Indonesia dinilai belum memanfaatkan secara maksimum kerangka kerja sama Civil to Military Cooperation ICAO sebagaimana diatur dalam Circular 330.
“Langkah diplomasi yang dilakukan Kemenlu antara lain melakukan tinjauan hukum nasional dan internasional, pendekatan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang Dilakukan sesuai dengan prosedur dalam Doc. 9673,” ungkap Andy.
Bersamaan dengan itu, Direktorat Perhubungan Udara mengaku telah mengusulkan strategi pemberian pelayanan ATC di Natuna, Tarenpa, dan Kepulauan Riau berbasis pada perjanjian tahun 1955. Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam perjanjian tersebut antara lain, revisi gambar FIR, perubahan ruang udara Tanjungpinang, revisi koordinat SINJON di AIP Indonesia untuk mengikuti Singapura, jenis pelayanan navigasi penerbagngan, penambahan detail jenis layanan navigasi, serta penambahan prosedur koordinasi AIS.
“Pengelolaan lapis bawah atau lower level di bawah 20.000 kaki telah tersertifikasi dan siap memberikan pelayanan dan sudah dilaksanakan uji coba oleh TNI AU dan penerbangan lainnya dengan hasil memuaskan,” kata Kasubdit Navigasi Departemen Perhubungan, Indra Gunawan.
Sementara untuk upper level pun menurut Indra sejak Juli 2019 sudah terinstalasi dengan lengkap baik untuk SDM yang memiliki kualifikasi maupun fasilitas CNSA.
Sejalan dengan Indra, Direktur Safety AIRNAV, Yurlis Hasibuan menyatakan bahwa Indonesia sudah siap secara teknis untuk melakukan kontrol FIR. Sehingga masalah SDM ataupun infrakstruktur tidak menjadi kendala lagi.
KOMENTAR ANDA