Marsekal (Purn) Chappy Hakim
Mantan KSAU, Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia
BERKEMBANGNYA bahaya virus Corona yang berawal di kota Wuhan, telah memaksa banyak negara melaksanakan operasi penyelamatan warga negaranya masing-masing dengan antara lain melakukan proses evakuasi lintas negara.
Proses evakuasi lintas negara tidak ada pilihan selain dari melakukannya dengan moda angkutan udara.
Untuk saat ini dan kondisi yang dihadapi , maka moda angkutan udara adalah moda yang menjadi paling sangat masuk akal untuk dilaksanakan.
Permasalahannya adalah siapa yang harus melaksanakan proses penyelamatan warga negara dalam operasi evakuasi ini. Idealnya yang harus melakukan operasi penyelamatan warga negara adalah pesawat terbang negara. Dalam hal ini pesawat terbang Angkatan Udara dan atau Maskapai pembawa bendera yaitu Garuda Indonesia.
Harus pesawat negara karena disamping hal tersebut mewakili “simbol-simbol negara” yang bergerak melakukan tugas negara menyelamatkan warga negaranya ada masalah-masalah lain berkaitan dengan operasi khusus tersebut.
Operasi penyelamatan semacam ini akan menyita banyak persiapan awal dan kesigapan dalam bertindak berkait dengan masalah waktu pelaksanaan yang sangat ketat dan tidak terjadwal.
Operasi semacam ini akan memakan cukup banyak biaya yang pasti akan menjadi lebih mahal dibanding dengan ongkos biaya penerbangan yang normal. Operasi semacam ini membutuhkan dukungan khusus adminlog (administrasi logistik) dan juga ongkos bagi tugas-tugas komando dan pengendalian di lapangan. Operasi semacam ini membutuhkan personil yang terlatih untuk terjun setiap saat dibutuhkan sekelas kesiagaan tingkat “combat readiness”.
Kesemua itu menyebabkan operasi khusus tersebut harus dilaksanakan oleh pesawat negara dan personil terlatih yang mudah disiapkan dalam kesiagaan 24 jam.
Apabila “terpaksa” harus dilakukan oleh pesawat terbang bukan pesawat negara, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan masak-masak.
Yang pertama adalah operasi khusus yang membutuhkan biaya lebih besar daripada ongkos penerbangan biasa, bisa saja dipandang sebagai sebuah “proyek” yang dengan mudah membuka peluang terjadinya “salah urus”.
Apabila operasi khusus ini dapat dilaksanakan dengan “gratis” alias dilaksanakan hanya sebagai “sumbangan” dari pihak tertentu, maka persoalannya adalah akan muncul “conflict of interest” disitu.
Pada saat yang lain bila terjadi sesuatu yang melanggar aturan, maka dipastikan akan membuat sulit para penegak hukum untuk melakukan tindakan yang obyektif terhadap pelanggaran yang dilakukan, karena sudah ada masalah atau unsur “hutang budi” didalamnya.
Itu sebabnya maka operasi penyelamatan semacam ini yang kategorinya adalah sebuah tugas negara yang memang seharusnya dilakukan oleh pesawat negara. Hal semacam ini adalah sebuah mekanisme yang biasa dilakukan pada pergerakan pasukan dalam rangka pengamanan dan ketertiban masyarakat di dalam negeri.
Apabila dilakukan oleh pihak lain, maka aturan main yang diberlakukan seyogyanya harus benar-benar “fair” sehingga tidak merugikan semua pihak yang berkait di dalamnya.
Untuk tugas-tugas kenegaraan pemerintah tidak bisa memaksakan pihak swasta untuk melakukannya, kecuali dalam hal yang sangat darurat sifatnya, atau apabila sudah tidak ada lagi kemampuan negara untuk melaksanakannya.
Untuk tugas-tugas kenegaraan operasi penerbangan harus dilakukan oleh pesawat negara, karena memang untuk itulah biaya negara dikeluarkan. Tentu saja dengan pengecualian apabila, sekali lagi sudah tidak ada pesawat negara yang mampu melaksanakannya.
Tugas-tugas operasi penyelamatan warga negara semacam ini adalah merupakan bagian yang utuh dari tugas-tugas pertahanan keamanan negara dalam melindungi warga negaranya dimanapun berada. Semoga Operasi khusus Evakuasi Lintas Negara (Opsus ELINRA) dalam rangka virus corona dapat dilaksanakan dengan lancar dan sukses. Amin.
KOMENTAR ANDA