post image
Foto: Heru Legowo
KOMENTAR

Heru Legowo
Pengamat Penerbangan

KAMIS 20 Februari 2020, adalah hari jadi PT. Angkasa Pura I. Bersamaan dengan itu dilakukan pengalihan operasi bandara dari lantai satu ke lantai atas Bandara Internasional Yogyakarta - Yogya International Airport (YIA).

Saya beruntung pas diajak Pak Tigor GM Gapura ke YIA, untuk bertemu dengan Direktur Operasi PT. Angkasa Pura I, Bpk. Wendo Asrul Rose. Setelah bertemu beliau saya diajak mengikuti beliau menginspeksi kesiapan YIA, untuk melaksanakan full operation pada tanggal 29 Maret 2020 mendatang.

Rencananya pada tgl 29 Maret 2020 nanti semua penerbangan akan beralih ke YIA, kecuali penerbangan dengan pesawat berbaling-baling, yang akan tetap beroperasi di Adisutjipto.

Bandara baru ini memiliki lahan seluas 600 Hektar. Landasan pacunya 3.250x45 M mampu menampung pesawat sipil terbesar, sampai dengan Airbus A-380. Apronnya mampu menampung sebanyak 28 pesawat sekaligus. Total biaya pembangunan seluruhnya mendekati Rp. 11 Trilyun. Untuk pembebasan tanah saja sebesar Rp. 4,7 Trilyun.

Sebuah bandara tidak mampu berdiri. Butuh dukungan hinterland-nya. Dan juga yang penting adalah akses antar moda. Rasanya ini yang mesti disediakan dengan lebih memadai. Akses ke bandar YIA yang masih bercampur dengan jalan antar propinsi, membuat lalu lintas padat dan rawan kemacetan. Perlu koordinasi antar Kementerian untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak bisa hanya diserahkan kepada PT. Angkasa Pura I saja.

Melihat persiapannya, YIA sendiri rasanya sudah siap. Semua fasilitas selesai sekitar 85%, tinggal finishing disana-sini. Ada beberapa bagian yang belum selesai seperti pipa fuel pertamina di apron dan pembangunan kereta bandara.

Memasuki dari lantai atas keberangkatan terminal Bandara yang megah dan cantik. Bentuk ornamen dan penataan interior diserahkan kepada Institut Seni Indonesia (ISI). Oleh sebab itu sentuhan seni tampak artistik memberi nuansa di ruangan-ruangan bandara.Turun di terminal keberangkatan. Atap terminal dibuat dengan konsep Kawung. Jika dilihat dari atas, akan tampak seperti lembaran kain dengan corak Kawung. Dan jika dari bawah saya merasa bentuknya seperti stasiun antariksa alien.

Kemudian ada bentuk Gapura yang berwarna putih sepertinya meniru bentuk Plengkung Gading di keraton Yogya. Lalu di pintu masuknya ada bentuk gunung kecil di kiri tengah dan kanannya. Itu menggambarkan “gumuk” (bukit pasir) kecil.

Bedhaya Kinjeng Wesi

Salah satunya patung mengenai Kinjeng Wesi (Capung Besi). Muncul dalam sabda leluhur yang meramalkan akan adanya bandara baru di Kulonprogo. Karya patung ini adalah simbolisasi gerakan pesawat terbang dari visualisasi gerakan tari Bedhaya Kinjeng Wesi yang khusus diciptakan koreografer, untuk kemudian didedikasikan sebagai tarian ikon YIA. Gerakan pada patung itu pun dapat dimaknai sebagai suatu keluwesan gerakan para bidadari yang turun ke bumi. Seniman yang membuat Ichwan Noor.

Selanjutnya yang menyolok ada patung di terminal. namanya Palihan. Tadinya nggak ngeh apa maksudnya. Untunglah ada penjelasan dibawahnya. Dari awal kata alih atau pengalihan. Dalam masa perang Diponegoro di Jawa, pasukan Diponegoro sunggah di wilayah itu. Ada strategi aksi penyamaran. Ketika keluar dari desa itu, mereka sudah beralih rupa dalam pakaian dan wujud yang lain (beralih, menyamar). Sebuah strategi kreatif dan perintah smarta dalam situasi perang saat itu. Dibawahnya tertulis nama seniman : Duvrat Angelo & Lulus Seto Wantono.

Dalam pembangunan YIA ada 5 desa yang terdampak pembangunan YIA, masing- masing adalah Desa Palihan, Sindutan, Glagah, Jangkaran dan Kebon Rejo. Dan untuk mengingat kontribusinya, ke lima nama desa itu diabadikan menjadi nama boarding gate di terminal keberangkatan. Sedangkan di terminal kedatangan ditampilkan simbol-simbol Yogyakarta. Ada Lawang Papat (Pintu Empat) atau Sekawan. Dalam bahasa Sansekerta Sekawan adalah Catur yang bermakna kreativitas dan kecerdasan. Dan pintu empat menunjukkan empat arah mata angin. Dengan demikian dimaksudkan kreativitas bertindak dan kecerdasan berfikir. Jawa memang penuh nuansa dan rasa. Begitulah.

Transportasi menuju ke YIA dapat dilakukan dengan Bus DAMRI. Dari Bandara YIA ke Stasiun Mojo tiketnya Rp. 20 ribu. Saya menggunakan minibus DAMRI ini dari YIA ke Wojo. Dan saya hanya sendirian saja. Sebenarnya masih menunggu flight Lion Air yang jam 5 sore, Tidak tahu entah mengapa sopirnya mengalah dan mengantar saya ke Wojo, walaupun sendirian saja. Dari Stasiun Wojo ke Tugu dengan Kereta Bandara yang berwarna Hijau. Jadwalnya masih jam 18.05. Jadi menunggu dulu di stasiun kecil ini. Ada teman yang bilang dahulu stasiun ini bernama Kuwojo. Entah kapan berubah menjadi Wojo. Harga tiket ke Tugu Rp. 15 ribu. Waktu tempuh 45 menit.

Rasanya moda transportasi ini bakal menjadi pilihan yang diandalkan untuk menuju ke dan dari YIA. Sambil menunggu selesainya Kereta Bandara yang sedang dalam tahap konstruksi. Sekarang ini Kereta Bandara lebih banyak kosong, tetapi pada saat nanti YIA dioperasikan penuh, stasiun kecil Wojo bakal menjadi sibuk melayani penumpang.

Dengan jam operasi 24 jam, akan membuat YIA menjadi prasarana transportasi yang handal. Akan ada lebih dari 100 “Kinjeng Wesi” yang bakal hinggap di YIA per hari. Semoga YIA memberi manfaat positif bagi pariwisata dan perekonomian Kulonprogo dan Yogyakarta. Semoga.


Lanud Husein Sastranegara Sedang Siapkan Museum Nurtanio

Sebelumnya

Bandara Changi di Singapura Bukan Lagi yang Terbaik di Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Airport