Chappy Hakim
Mantan KSAU
Pusat Studi Air Power Indonesia
BANYAK pertanyaan dan juga pernyataan sehubungan dengan kehadiran Runway 3 di SHIA sejak awal tahun 2020 belakangan ini. Kesimpangsiuran berita yang beredar adalah antara lain disebabkan adanya beda pemahaman yang muncul yaitu tentang manfaat dari kehadiran Runway 3 SHIA yang baru itu.
Runway 3 SHIA yang baru selesai dibangun ternyata hanya berjarak 500 meter dari Runway yang sudah ada sebelumnya di SHIA, hal ini berarti bahwa Runway 3 SHIA yang baru tersebut tidak bisa digunakan sebagai “active runway” kecuali Runway yang lama disebelahnya tidak sedang digunakan.
Jarak yang terlalu dekat (500 meter) telah menempatkan Runway 3 SHIA pada posisi yang merujuk kepada regulasi keselamatan penerbangan sipil internasional tidak dapat digunakan bersamaan dengan Runway lama yang sudah ada di sampingnya.
Jarak minimum yang dibutuhkan untuk penggunaan Parralel Runway yang “independent” adalah 760 meter dan jarak ideal adalah 1050 meter.
Hal ini ditegaskan pula dalam laporan hasil awal dari misi bantuan teknis ICAO (International Civil Aviation Organization) Asia Pacific Regional Office yang telah melakukan observasi pada tanggal 9 sampai dengan 12 Desember 2019.
Di samping itu ternyata pula, Runway 3 SHIA tidak dilengkapi dengan jalur Taxiway tersendiri bagi pelintasan pesawat terbang dari dan ke Apron Terminal.
Artinya pesawat terbang yang akan berangkat dan baru landing di Runway 3 SHIA harus memotong Runway lama yang berada di sebelahnya untuk menuju dan atau datang dari dan ke Apron Terminal.
Dua hal inilah yang menyebabkan kehadiran Runway 3 SHIA dinilai kurang optimal dalam upaya meningkatkan volume Take off dan Landing di SHIA.
Sekali lagi, dua hal tersebut adalah: mengacu kepada regulasi internasional keselamatan penerbangan sipil, ternyata keberadaan Runway 3 SHIA jaraknya terlalu dekat dengan Runway lama disebelahnya.
Selain itu Runway 3 SHIA tersebut tidak dilengkapi dengan jalur Taxiway tersendiri bagi alur pesawat menuju dan datang ke Apron Terminal.
Dinilai sebagai kurang atau tidak optimal untuk meningkatkan volume take off landing di SHIA, dalam arti sebagai berikut: selama ini dengan 2 buah Runway dan fasilitas yang tersedia di Aerodrome, SHIA dapat melayani dengan aman sejumlah 86 Take off Landing dalam satu jam misalnya.
Maka harapannya, bila ditambah dengan 1 Runway baru yang parallel dan independent maka tentu saja hitungan jumlah Take off Landing setiap jamnya akan dapat bertambah cukup banyak yaitu hingga mencapai lebih kurang 130.
Dengan dua masalah yang dihadapi oleh kehadiran Runway 3 SHIA, maka pertambahan Traffic Take off Landing tidak akan mampu untuk mencapai angka 130 per jamnya. Kalkulasi ini semata berdasar pertimbangan Aviation Safety atau Keselamatan Penerbangan seperti yang tertuang dalam regulasi penerbangan internasional.
Hal itu antara lain telah dikemukakan dan tercantum dalam isi laporan hasil awal misi bantuan teknis ICAO regional office Asia Pacific beberapa waktu yang lalu.
Inilah sebenarnya apa yang tengah dihadapi SHIA dengan Runway 3 yang baru. Jadi yang merupakan catatan penting disini adalah Runway 3 SHIA dibangun terlalu dekat dengan Runway yang lama dan Runway 3 SHIA tidak dilengkapi dengan jalur Taxiway tersendiri bagi alur pesawat terbang yang akan berangkat dan datang.
Tidak hendak mencari-cari kesalahan, tidak pula ingin mengatakan mubazir atau tidak mubazir, akan tetapi sekedar membuat catatan penting saja dari realita yang ada dalam dunia penerbangan kita, agar kejadian serupa tidak akan terulang kembali di masa depan.
Membangun Runway atau fasilitas apapun di sebuah Aerodrome (termasuk membangun Airport) adalah membangun “sub-system” dari sebuah sistem besar yang ada disekelilingnya. Pertimbangan matang dan kalkulasi menyeluruh dari dampak yang akan terjadi harus menjadi perhitungan matang (termasuk antisipasi dalam simulasi) sejak awal perencanaan.
Apabila tidak dilakukan maka dapat dipastikan, setelah selesai pembangunannya, akan segera berhadapan dengan masalah-masalah yang menghadang diluar dari perkiraan semula.
Disnilah letak dari betapa pentingnya sebuah perencanaan yang matang.
Betapa pentingnya sebuah keterbukaan dalam pengelolaan seluruh aspek operasi penerbangan yang sangat melekat dengan laju kemajuan teknologi terutama dalam hal membuat perencanaan.
“Planning is everything” kata Sang Jenderal Dwight Eissenhower.
Atau lebih parah lagi seperti yang dikatakan oleh Benjamin Franklin bahwa “If you Fail to Plan, you are Planning to Fail”.
Semoga ke depan dunia penerbangan kita akan bertambah baik. Amin.
KOMENTAR ANDA