post image
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

Di tengah pandemik Covid-19,  tidak semua maskapai benar-benar berhenti beroperasi. Banyak penerbangan yang masih aktif hingga saat ini dengan pemberlakukan aturan jarak sosial di kabin pesawat.

 


Sementara maskapai lain yang area terbangnya masuk zona merah, sehingga benar-benar tidak bisa beroperasi lagi hingga berdampak pada nasib awak kapalnya, beberapa maskapai yang masih diijinkan terbang malah protes dengan aturan jarak sosial di kabin pesawat.

Michael O'Leary, CEO maskapai penerbangan Ryanair asal Irlandia, dengan tegas menentang pengaturan tersebut. Ia memilih lebih baik tidak usah terbang jika harus melaksanakan aturan itu.

"Jika mereka berlakukan (aturan) itu, kami sama sekali tidak akan terbang lagi,” ujarnya, seperti dikutip dari DW.

Dalam sebuah diskusi yang membahas nasib masa depan pesawat di tengah pandemik, salah satu pertanyaan utama adalah: apakah kursi tengah di pesawat harus dibiarkan kosong?

"Kursi tengah tidak memberikan jarak sosial, ini semacam ide bodoh yang tidak menghasilkan apa-apa,” kata O'Leary kepada Financial Times.
Jika peraturan semacam itu diberlakukan oleh Irlandia, O'Leary mengatakan, pilihannya adalah pemerintah membayar kursi tengah atau mereka tidak akan terbang.

Model bisnis maskapai penerbangan seperti Ryanair, cenderung membawa sebanyak mungkin penumpang ke dalam kabin, dan pesawatnya berada di darat hanya untuk perputaran singkat sebelum kembali terbang lagi. Mereka biasanya melakukan frekuensi terbang yang lebih sering dan dengan membawa penumpang lebih banyak.

Hal ini yang dikhawatirkan di saat wabah virus corona sebab higienis pesawat tentu tidak bisa terjamin dengan banyaknya penumpang di dalam kabin yang terbatas.

Industri penerbangan menekankan bahwa udara kabin bersih seperti udara di ruang operasi berkat filter partikel udara berkinerja tinggi. Belum juga ada bukti bahwa pengosongan kursi tengah dapat menurunkan risiko infeksi.

Namun, banyak perusahaan penerbangan sipil komersial seperti Lufthansa Group yang saat ini mengosongkan kursi tengah. Demikian juga easyJet yang menjanjikan perjalanan tanpa penumpang yang duduk tepat bersebelahan. Ini berlaku setidaknya pada masa awal setelah easyJet memulai kembali operasi, seperti yang dituliskan media DW.

"Tidak ada pembenaran ilmiah bahwa langkah ini akan membantu,” kata Shashank Nigam, CEO lembaga konsultasi penerbangan Simpliflying.

Ia menggambarkan akan adanya perubahan serius terkait perjalanan udara komersial pada masa setelah corona.

"Perubahan akan terjadi sejauh mungkin. Selain pemeriksaan keamanan, akan ada juga tambahan elemen terkait sanitasi,” katanya.

Maskapai Simpliflying menggambarkan sebagai bagian dari proses check-in online, penumpang akan diminta untuk mengunggah kartu imunitas yang mengonfirmasi apakah dia bebas dari Covid-19. Sedangkan di bandara, para wisatawan akan diminta untuk tiba setidaknya empat jam sebelum keberangkatan.

Bahkan sebelum penumpang memasuki area check-in di bandara, mereka mungkin harus melewati terowongan disinfekstan dan pemindai termal.

Otoritas Kesehatan Transportasi dapat menetapkan standar dengan bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asosiaso bandar udara dan maskapai penerbangan.

Christoph Müller, veteran maskapai penerbangan dan mantan CEO Aer Lingus dan Malaysia Airlines, mengatakan,  tindakan itu mestinya diberlakukan sama oleh semua maskapai kepada masyarakat yang melakukan perjalanan di seluruh dunia.

"Kita butuh semacam jaring pengaman. Tidak ada yang lebih buruk daripada orang-orang yang tidak mau naik pesawat karena takut terinfeksi,” kata Müller.

Namun jika peraturan yang dijabarkan oleh Simplyflying benar-benar jadi kenyataan, ini juga dapat membuat orang ragu untuk naik pesawat komersial di masa depan.

Selain itu, mengenakan masker saat terbang juga akan diwajibkan. Ini juga disarankan oleh lobi maskapai Jerman BDL dalam konsepnya tentang perjalanan udara setelah era lockdown wabah corona.

BDL memastikan bahwa para penumpang akan mengenakan masker selama boarding dan dalam penerbangan. Masker itu harus dibawanya sendiri. Hal yang telah diterapkan oleh Kanada sebelumnya.

Penumpang Lufthansa juga akan diwajibkan untuk memakai masker yang menutupi hidung dan mulut dan diminta untuk memakainya sepanjang penerbangan. Aturan baru ini akan mulai berlaku pada 4 Mei. Lufthansa mengatakan berencana mewajibkan pemakaian masker di semua maskapai dalam grup mereka setidaknya hingga 31 Agustus.

Nantinya, semua tas yang masuk ke bagasi dan tas kabin juga akan melalui proses disinfeksi menggunakan sinar UV untuk ‘disanitasi' dan akan ada juga protokol kebersihan, yang mencakup pemeriksaan kesehatan lainnya. Mungkin tidak akan lagi ditemukan penumpang bisa melewati pemeriksaan sekuriti dengan ringkas dan kemudian bergegas ke gerbang.

Di masa depan, mungkin penumpang juga harus melewati pos pemeriksaan dua jam sebelum keberangkatan.  Juga perubahan lainnya seperti lagi-lagi disemprot disinfektan saat boarding dan atau melalui jembatan penghubung ke pesawat.

Begitu juga dengan desain kursi. Kemungkinan kursi-kursi pesawat juga akan berubah.

Aviointeriors dari Italia mempromosikan desain Glassafe, yang menampilkan tudung kaca yang terbuat dari plexiglass di bagian bahu dan kepala di setiap kursi penumpang. Desainnya mengingatkan pada bilik telepon umum pada masa sebelum maraknya kepemilikan telepon selular.

Pandemik Covid-19 telah mengubah dunia.

Pengalaman penumpang bepergian dengan pesawat akan jadi sangat berbeda. Kru kabin akan mengenakan pakaian pelindung, penumpang mengenakan sarung tangan dan masker, kabin disemprot disinfektan sebelum keberangkatan dan kru menawarkan pembersih tangan setiap setengah jam.
 


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews