post image
Pesawat Thai Airways/Net
KOMENTAR

Setelah menyatakan bangkrut dan pailit pada bulan lalu, Thai Airways mulai pencari perlindungan agar bisa mengembalikan tiket pesawat penumpangnya yang diperkirakan mencapai 24 miliar Bath atau hampir Rp 11 triliun.

Sebelumnya, Departemen Hubungan Masyarakat Thai Airways mengungkapkan tidak sanggup untuk menawarkan refund seiring dengan rehabilitasi di bawah hukum kebangkrutan Thailand yang diputuskan Pengadilan Kebangkrutan Pusat pada Rabu (27/5).

Sibuk mencari cara, pihak Thai Airways kemudian tengah berusaha mencari perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS). Namun, pemerintah Thailand menyatakan akan membuat pertemuan terkait dengan perlindungan maskapai tersebut untuk menghindari perebutan pesawat dan aset lainnya jika perlindungan dilakukan di AS.

Dilansir dari The Thaiger, Direktur Jenderal Kantor Kebijakan Perusahaan Negara mengatakan maskapai akan mengirim salinan petisi rehabilitasi kepada para kreditornya, penumpang, dan anggota program Royal Orchid Plus.

Jika kreditor membiarkan proses rehabilitasi berlangsung melalui pengadilan Thailand, maka perusahaan tidak perlu mencari perlindungan kebangkrutan di AS.

Sementara itu, berdasarkan keterangan penasihat hukumnya, Thai Airways tidak memiliki aset apa pun di AS dan tidak menjadwalkan penerbangan apa pun di sana. Jadi tidak ada risiko pesawatnya disita oleh kreditor di sana.

Pada 2019, total utang perusahaan bernilai 147,4 miliar Baht. Di antaranya adalah 74,1 miliar kepada investo, 46,5 miliar untuk sewa pesawat, dan 11,9 miliar untuk pinjaman dalam mata uang euro.

Agar bisa melindungi pesawat dari sitaan kreditor, penasihat hukum mengungkapkan, Thai Airways harus mengajukan kasus hukum di negara lain di mana mereka memiliki aset dan operasi penerbangan.

Pesawat yang dioperasikan oleh Thai Airways sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dimiliki oleh maskapai dan yang disewa dari perusahaan lain.

Pemilik dari pesawat sewaan dapat menggunakan hak mereka untuk merebut pesawat mereka jika mereka tidak setuju dengan rencana rehabilitasi. Kreditor lain tidak dapat mengambil pesawat kecuali mereka mengajukan dan memenangkan gugatan.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews