post image
Pesawat China Southern Airlines/Net
KOMENTAR

Maskapai penerbangan China nampaknya harus puas dengan keputusan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menolak permintaan mereka untuk tambahan penerbangan mingguan antara kedua negara.

Keputusan pemerintah AS itu resmi dikeluarkan pada Jumat (19/6). Meski demikian, AS mengatakan keputusan itu tidak dimaksudkan untuk meningkatkan ketegangan atas pembatasan perjalanan.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Perhubungan AS mengatakan keputusan itu dibuat untuk ‘mempertahankan keseimbangan' dalam layanan penumpang terjadwal antara kedua negara. Amerika juga menambahkan, pihaknya bersedia meninjau kembali keputusan itu jika otoritas penerbangan China menyesuaikan kebijakan mereka yang memengaruhi maskapai penerbangan AS.

"Departemen telah menyampaikan kepada rekan-rekan China kami bahwa pesanan ini hanya masalah prosedural dan tidak boleh dipandang sebagai eskalasi dari bagian kami," kata pernyataan Departemen Perhubungan seperti dikutip dari Reuters, Jumat (19/6).

Awal pekan ini, Amerika Serikat dan China mengatakan mereka masing-masing akan mengizinkan empat penerbangan mingguan antara kedua negara.

Departemen Perhubungan AS mengatakan pada hari Senin (15/6) dalam pesanannya yang direvisi pada penerbangan China bahwa pemerintah AS masih berharap China akan setuju untuk mengembalikan hak penerbangan penuh AS berdasarkan perjanjian penerbangan bilateral mereka.

Amerika Serikat telah mengancam untuk melarang penerbangan penumpang Tiongkok pada 16 Juni karena pembatasan Beijing pada maskapai penerbangan AS di tengah-tengah ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia, dan telah meningkatkan kekhawatiran tentang jumlah penerbangan charter yang ingin diterbangkan oleh maskapai China.

Di antara maskapai penerbangan AS, Delta Air Lines dan United Airlines masing-masing berusaha untuk memulai kembali penerbangan penumpang harian ke China pada bulan Juni, tetapi mengubah rencana mereka karena tidak adanya persetujuan pemerintah.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel AviaNews