post image
Pesawat-pesawat milik Qantas Airlines/Net
KOMENTAR

Tahun 2020 harusnya menjadi waktu yang membahagiakan bagi maskapai asal Australia, Qantas Airlines. Namun pandemik Covid-19 membuat Qantas terpaksa memecat setidaknya 20 persen dari tenaga kerjanya untuk menghemat biaya di tengah krisis.

Melalui pengumuman yang disampaikan oleh maskapai pada Kamis (25/6), CEO Alan Joyce mengatakan, setengah dari 29.000 staf perusahaan juga terpaksa harus dicutikan.

"Tahun ini seharusnya menjadi salah satu perayaan untuk Qantas. Ini seratus tahun kita. Jelas, itu tidak berjalan sesuai rencana," ujar Joyce seperti dikutip <i>CNA</i>.

"Kami harus memposisikan diri selama beberapa tahun bahwa pendapatan akan jauh lebih rendah. Dan itu berarti menjadi maskapai kecil dalam jangka pendek," terang Joyce.

Joyce mengatakan, Qantas akan mengambil pandangan realisis di mana tidak akan ada penerbangan internasional hingga setidaknya Juli 2021. Kecuali jika program "gelembung perjalanan" antara Australia dan Selandia Baru berjalan lancar.

Dengan proyeksi tersebut, maskapai tersebut harus memotong biaya hingga 15 miliar dolar Australia. Di mana artinya akan ada 6.000 karyawan Qantas yang terpaksa kehilangan pekerjaannya. Mereka juga termasuk karyawan dari anak perusahaannya, Jetstar.

Namun, Joyce mengatakan, setengah dari 15.000 staf yang diberhentikan sejak Maret akan kembali bekerja pada akhir tahun ini.

Sekitar setengah dari mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah staf operasional dan operasi darat, dengan sisanya merupakan gabungan antara awak kabin, insinyur, dan pilot.

Selain itu, sebanyak 100 pesawat juga diperkirakan tidak akan diterbangkan selama pandemik.

Berdasarkan proyeksinya, Joyce mengatakan, permintaan penerbangan baru akan memenuhi 40 persen dari kapasitas normal pada Juli, 70 persen pada 2021, dan 100 persen pada 2022.

Qantas sendiri merupakan maskapai pembawa bendera yang didirikan pada November 1920.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel AviaNews