post image
Maskapai pembawa bendera, Garuda Indonesia/Net
KOMENTAR

Salah satu industri yang paling babak belur terpukul pandemik Covid-19 adalah penerbangan. Lumpuhnya industri penerbangan membuat banyak negara memberikan segala macam bantuan dan insentif.

Pemerintah Indonesia sendiri dituntut keras untuk segera memberikan insentif bagi industri penerbangan, terutama maskapai.

Namun, ditekankan oleh Gurubesar Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya, Ida Bagus Rahmadi Supancana, insentif tidak bisa hanya diberikan pada maskapai <i>flag carrier</i> atau pembawa bendera semata.

"Jadi negara harus hadir membantu maskapai penerbangan. Dan saya berpendapat, yang dibantu jangan hanya <i>flag carrier</i> atau <i>state-own airlines</i>, tapi juga maskapai lain," ujarnya dalam dikusi virtual "Covid-19 dan Dunia Penerbangan Indonesia" yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Air Power Indonesia pada Rabu (8/7).

Adapun Supancana mengatakan, banyak opsi yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk membantu industri penerbangan.

"Pertama umumnya mereka melakukan <i>bailout</i> (pemberian dana)," terangnya.

Beberapa negara di dunia yang sudah melakukan skema tersebut di antaranya adalah Amerika Serikat, Eropa, hingga Hong Kong.

"Kedua, pemerintah bisa membuat skema <i>tax relief</i> (keringanan pajak) atau <i>tax holiday</i> (cuti pajak) untuk mengurangi beban maskapai," sambungnya.

Selain itu, pemerintah juga bisa membantu maskapai mencarikan investor atau membantu melakukan renegosiasi utang.

"Banyak opsinya tapi spiritnya adalah semua bersama-sama memitigasi. Tidak ada yang hidup dari yang mati," jelasnya.

Supancana mengatakan, insentif bagi industri penerbangan sangat penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga membutuhkan moda penerbangan.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa memandang insentif tersebut secara komprehensif.

"Karena melindungi kepentingan maskapai itu juga melindungi kepentingan tenaga kerja yang bekerja kepada maskapai, juga sektor pendukung seperti travel dan lain sebagainya," pungkasnya.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews