Jika melihat kondisi saat ini, masa depan kedirgantaraan Indonesia secara umum tampaknya suram. Faktornya tidak lain karena pandemik Covid-19 dan kurangnya perhatian pemerintah.
Begitu kiranya kesimpulan dari paparan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Chappy Hakim, ketika menjadi narasumber dalam diskusi virtual bertajuk "Meneropong Dirgantara Dunia Pasca Covid. Kemana Arah Dirgantara Indonesia?" yang digelar pada Minggu malam (12/7).
Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia tersebut menjelaskan, seperti yang disampaikan para ahli, industri maskapai penerbangan baru akan pulih dalam waktu tiga hingga lima tahun. Prediksi tersebut kemungkinan akan sulit dicapai jika pemerintah tidak melakukan intervensi.
Sementara untuk pabrik pesawat terbang, Chappy mengungkap, prioritas pemerintah terhadap industri tersebut semakin dipertanyakan.
"N245 dan R80 dicoret dari strategis nasional. Kita di hadapkan pada realita bahwa kepercayaan terhadap industri pesawat terbang itu dipertanyakan," papar Ketua EKKT 2007 tersebut.
"Kita juga melihat tidak adanya kaderisasi dari PT DI (Dirgantara Indonesia) sebagai pabrik pesawat terbang," sambungnya.
Chappy menuturkan, selain tidak adanya kaderisasi, upgrading peralatan pabrik juga tidak terjadi.
"Jadi pabrik pesawat terbang untuk ke depan (dikatakan) "suram", jika tidak diambil langkah-langkah (yang strategis)," tekannya.
Dari segi MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul), Indonesia juga masih dalam kondisi yang sulit karena kompetisi dari luar negeri. Walaupun pemerintah sudah melakukan berbagai langkah seperti penghilangan pajak suku cadang, lanjutnya.
Selain Chappy, diskusi yang digelar oleh KBRI Jerman dan Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia (IASI) tersebut juga turut dihadiri oleh Dutabesar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno; Koordinator Divisi Dirgantara IASI Jerman, Prio Adhi Setiawan; Dewan Pakar Dirgantara, Prof. Ing Yulfian Aminanda; dan Pakar Kedirgantaraan Nasional, Ing Imam Birowo.
KOMENTAR ANDA