Rencana Presiden Joko Widodo untuk menggabungkan BUMN Pariwisata dan Penerbangan dianggap kurang tepat oleh pengamat penerbangan, Alvin Lie.
Melalui Rapat Terbatas mengenai "Penggabungan BUMN di Sektor Aviasi dan Pariwisata" pada Kamis (6/8), Jokowi mengatakan, pandemik Covid-19 merupakan momentum untuk melakukan transformasi, salah satunya dengan membentuk <i>holding</i> antara sektor penerbangan dan pariwisata.
Penerbangan dan pariwisata merupakan dua sektor paling terhantam oleh pandemik. Dapat dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang hanya mencapai 482 ribu pada triwulan kedua, turun sebanyak 87 persen dari periode yang sama pada 2019.
Situasi tersebut membuat Jokowi akhirnya berusaha untuk menggabungkan BUMN pariwisata dan penerbangan. Lantaran dengan penggabungan tersebut, menurutnya, dua sektor bisa lebih kokoh.
Nantinya, akan ada <i>holding</i> BUMN yang berfungsi sebagai induk perusahaan. Induk tersebut lah yang memiliki saham di perusahaan-perusahaan anak dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja semua perusahaan sehingga nilai pasar lebih tinggi.
“Kemungkinan penggabungan BUMN penerbangan dan pariwisata sehingga arahnya menjadi semakin kelihatan," ucap Jokowi.
Kendati begitu, Alvin mengatakan, penggabungan BUMN pariwisata dan penerbangan terlalu disederhanakan. Ia mengatakan, dua sektor tersebut memiliki ekosistem yang berbeda-beda.
Alvin menjelaskan, dua sektor tersebut tidak selalu berjalan seiringan. Pariwisata tidak hanya dilihat dari aspek penerbangan. Penerbangan pun tidak selalu berkaitan dengan pariwisata, karena buktinya ada penerbangan kargo dan sebagainya.
“Jadi terlalu sempit kalau hanya melihat aspek pariwisata dengan penerbangan. Dan pariwisata ini tidak hanya penerbangan. Pariwisata ini kan juga banyak, termasuk juga aspek budaya, tradisi, aspek pelestarian alam. Ini kan saya melihat terlalu <i>simplistic</i> kalau menggabungkan antara pariwisata dan penerbangan," terang anggota Ombudsman tersebut kepada wartawan.
Alih-alih digabungkan, Alvin mengatakan, pemerintah harus memperbaiki dua sektor tersebut secara komprehensif.
Selain itu, waktu untuk mengeluarkan gagasan tersebut, ia kira juga tidak tepat. Pasalnya, di tengah krisis seperi saat ini, pemerintah bisa lebih dulu memaksimalkan sektor lain yang tidak terlalu terdampak agar bisa menggerakan perekonomian, termasuk kesehatan dan kebutuhan pangan.
Dengan kondisi pandemik Covid-19, menurutnya, tidak realistis jika berpangku pada pariwisata apapun, termasuk domestik. Sebagian besar masyarakat bahkan berusaha untuk tidak keluar rumah.
"Sekarang ini fokusnya adalah memulihkan kondisi ekonomi keluarganya dulu. Suasana kebatinan masyarakat kita ini belum memikirkan pariwisata," pungkasnya.
KOMENTAR ANDA