Keputusan pemerintah mengembalikan penerbangan sejumlah maskapai dari Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati ke Bandara Husein Sastranegara di Bandung dinilai sudah tepat.
Menurut pengamat dunia penerbangan Alvin Lie, keputusan pemerintah memindahkan penerbangan dari Bandung ke Kertajati tahun lalu memang terkesan aneh dan tidak jelas.
Akibat pemindahan itu, Bandara Husein Sastranegara menjadi sepi. Sementara BIJB karena belum benar-benar siap juga kesulitan melayani calon penumpang.
Situasi ini memaksa calon penumpang dari Bandung dan sekitarnya memilih terbang dari Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng atau Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta Timur yang jauh lebih siap.
“Saya kira ini (mengembalikan penerbangan ke Bandara Husein Sastranegara) adalah langkah dan kebijakan yang realistis,” ujar Alvin Lie kepada redaksi.
Masalahnya, sambung Alvin Lie, Kertajati masih sulit diakses dan jauh dari Bandung. Ketika dipaksakan pindah ke Kertajati pun jumlah penerbangannya tidak banyak. Kalau pun ada penerbangan penumpangya sangat sedikit.
“Saya sudah pernah mengingatkan, Bandung akan rugi dua kali. Bandara Husein akan sepi, dan Bandara Kertajati tidak dapat apa-apa. Justru yang dapat apa-apa adalah Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Halim,” sambung Alvin Lie lagi.
Bandara di Jakarta jadi lebih mudah diakses, rute penerbangan banyak, jam penerbangan juga banyak. Selain itu fasilitas di Jakarta juga lebih baik bagi calon penumpang yang datang lebih awal.
Sementara di Kertajati belum ada apa-apa. Sehingga apabila pesawat delay atau batal terbang, calon penumpang akan sangat kesulitan.
“Saya bersyukur pemerintah menyadari kebijakan terdahulu yang kurang tepat,” kata Alvin Lie lagi.
Dia mengatakan, pandemi Covid-19 dapat digunakan sebagai momentum untuk memulihkan penerbangan dari dan ke Bandung menggunakan Bandara Husein Sastranegara. Dia berharap, pemerintah mengejar pembangunan infrastruktur Bandara Kertajati sehingga pada saatnya nanti dapat dioperasikan dengan maksimal.
KOMENTAR ANDA