Setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer dari hangarnya di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, N250 Gatot Kaca tiba di halaman Museum Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) di Lanud Adi Sucipto di Jogjakarta, Jumat (21/8).
Dalam proses pemindahan ini, tubuh Sang Gatot Kaca dibongkar dan ditempatkan di atas tiga kontainer raksasa.
Perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir menarik perhatian anggota masyarakat yang berpapasan dengan konvoi N250.
Tubuh N250 Gatot Kaca akan kembali dirakit hari Sabtu ini (22/8). Direncakan sebelum Agustus 2020 berakhir, perakitan sudah selesai dilakukan dan anggota masyarakat dapat menyaksikan Sang Gatot Kaca.
“Kami mengejar momen bulan Agustus, karena pesawat ini dulu pertama kali terbang di bulan Agustus untuk memperingati 50 tahun Indonesia merdeka. Kali ini akan dimuseumkan juga di bulan Agustus, 75 tahun Indonesia merdeka,” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Fajar Adriyanto dalam wawancara dengan Kompas TV.
Dia menambahkan, N250 Gatot Kaca ditempatkan di Muspusdirla agar dapat dilihat oleh anggota masyarakat luas. Pesawat karya Presiden BJ Habibie ini merupakan pesawat ke-60 yang dikoleksi Muspusdirla.
Di sisi lain, pemindahan N250 Gatot Kaca ke Muspusdirla ini menyakitkan hati sekitar 4.000 anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE).
Menurut Ketua Umum IABIE Bimo Sasongko, menempatkanGatot Kaca di museum sama saja dengan mengubur cita-cita besar yang dimiliki Habibie agar bangsa Indonesia dapat memproduksi dan menerbangkan pesawat sendiri.
Lebih dari itu, sambungnya dalam perbincangan dengan redaksi ZonaTerbang.Com, pemindahan N250 Gatot Kaca seperti membenamkan cita-cita founding fathers memerdekakan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang menguasai teknologi.
“Memuseumkan N250 seperti sedang membenamkan cita-cita Bung Karno dan para pendiri bangsa untuk memiliki industri pesawat terbang dan menjadi bangsa yang unggul menguasai sains dan teknologi,” ujarnya.
“Bangsa ini akan direspek dan disegani bangsa-bangsa di dunia bukan karena makanannya, pemandangan alamnya atau keramahan warganya. Tetapi karena kemampuan menguasai sains dan teknologi,” sambung Bimo.
Indonesia, masih dikatakannya, harus mampu menjadi bangsa penghasil bukan jadi bangsa pembeli.
“Ini dilakukan oleh China, Jepang, dan Korsel dan menyusul Vietnam akan mengalahkan kita,” ujar Bimo lagi.
Tadinya Bimo berharap dalam momen 75 tahun kemerdekaan Indonesia, pemerintah menyampaikan dukungan dan menyatakan membuka kembali program pengembangan pesawat ini. Tetapi apa daya yang terjadi sebaliknya.
Pada bagian lain, Bimo mengatakan, Prototype Aircraft 01 (PA01) Gatot Kaca sesungguhnya masih memerlukan proses panjang agar dapat terbang secara penuh, tidak sekadar ujicoba, dan kemudian dapat diproduksi hingga dipasarkan.
Adapun IABIE, dijelaskan Bimo, sebenarnya terus berupaya untuk menyempurnakan Gatot Kaca.
KOMENTAR ANDA