Keputusan Administrasi Penerbangan Federal (FAA) untuk mencabut perintah larangan terbang Boeing 737 MAX ternyata masih menuai kontroversi.
Meski telah diyakini aman, 737 MAX belum mendapatkan kembali kepercayaan publik. Buktinya, organisasi nirlaba untuk mendukung perlindungan hak para penumpang maskapai, Flyers Rights, menolak keputusan itu.
Organisasi itu bahkan sudah mengajukan banding atas keputusan FAA yang dirilis pada 18 November 2020 tersebut. Banding telah diajukan di Pengadilan Banding AS untuk Distrik Coumbia, seperti dilaporkan <i>Reuters</i>, Rabu (9/12).
Presiden Flyers Rights, Paul Hudson mengatakan, keputusan FAA dan Boeing untuk mengembalikan 737 MAX ke layanan berdasarkan data dan pengujian yang tidak dipublikasikan tidak memenuhi hukum.
Untuk itu, Hudson yang juga didukung oleh beberapa anggota parlemen Partai Demokrat menuntut FAA untuk mengungkap data yang lebih jelas terkait peninjauannya yang telah dilakukan selama setahun lebih.
Selain itu, mereka juga mendesak FAA untuk menyerakan dokumen yang menunjukkan adanya perbaikan dan pengujian teknis dari 737 MAX, sesuai dengan Freedom of Information Act.
Pengadilan sendiri telah menjadwalkan Flyers Rights untuk menyampaikan permasalahan pada 6 Januari. Nantinya kedua belah pihak akan mengajukan mosi hukum pada 21 Januari.
Sejauh ini, baik pihak FAA maupun Boeing enggan berkomentar.
Boeing 737 MAX diperintahkan untuk keluar dari layanan penerbangan pada Maret 2019, setelah dua kecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia yang hanya berselang lima bulan.
Kecelakaan yang merenggut 346 korban jiwa itu membuat Boeing dan FAA terhantam. Sebagai regulator, FAA telah dikritik karena tidak melakukan pengujian dengan benar.
Selama lebih dari setahun, FAA dan Boeing melakukan perubahan pada perangkat lunak hingga persyaratan pelatihan pilot untuk 737 MAX.
Walaupun FAA telah mencabut larangan terbang 737 MAX, namun masih banyak negara yang belum mengizinkan pesawat itu beroperasi.
KOMENTAR ANDA