post image
KOMENTAR

Ada kemungkinan pesawat Sriwijaya Air yang mengalami kecelakaan hari Sabtu kemarin (9/1), tersedot oleh downdraft. Pesawat naas tersebut dalam penerbangan menuju Bandara Supadio, Pontianak, dengan nomor rute penerbangan SJ-182.

Downdraft adalah fenomena cuaca yang membuat seakan ruangan kehilangan tekanan sama sekali.

Pesawat yang terjebak dalam ruangan tanpa tekanan itu mendadak kehilangan tenaga dan tersedot ke bawah, kehilangan ketinggian dengan sangat signifikan. Dalam keadaan pesawat sedang melakukan pendakian ke ketinggian aman, downdraft menjadi semakin berbahaya dan fatal.

Demikian disampaikan analis penerbangan John Brata kepada ZonaTerbang.id, Minggu sore (10/1).

Pesawat Sriwijaya dengan kode registrasi PK-CLC yang dipiloti Kapten Afwan jatuh dari ketinggian 10 ribu kaki dan terakhir terpantau di ketinggian 250 kaki.

Boeing 737-524 yang mulai beroperasi pada 13 Mei 1994 lalu itu take off dari Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta pada pukul 14.35 WIB, Sabtu (9/1). Empat menit kemudian pesawat berbelok ke arah kanan dan mendaki di ketinggian 10.175 kaki.

Detik-detik setelah pukul 14.40 WIB  adalah bagian paling kritikal dalam perjalanan SJ-182 mencapai titik aman. Kecepatan pesawat menurun, begitu juga dengan ketinggiannya.

Delapan detik setelah 14.40 WIB, kecepatan pesawat 287 knots dan berada di ketinggian 10.725.

Di detik ke-14, dengan kecepatan 224 knots SJ-182 berada pada pada ketinggian 8.950 kaki. Dua detik kemudian kecepatan pesawat 192 knots dengan di ketinggian 8.125 kaki.

Sementara di detik ke-20, kecepatan pesawat yang pernah dioperasikan Continental Airlines dan United Airlines tercatat 155 knots dengan ketinggian 5.400ft.

Pada pukul 14.40.27 WIB, kecepatan SJ-182 tercatat 358 knots, namun beada pada ketinggian hanya 250 kaki.

Kecepatan 358 knots ini adalah kecepatan tertinggi yang tercatat dalam penerbangan terakhir Sriwijaya SJ-182 itu.

Dari data-data ini dapat disimpulkan bahwa pesawat kehilangan ketinggian secara signifikan hanya dalam 19 detik dari ketinggian 10.725 kaki menuju 250 kaki.

“Kehilangan ketinggian secara signifikan dalam waktu yang sangat singkat adalah tanda-tanda fenomena downdraft. Ini sangat fatal,” demikian John Brata yang pernah bertugas sebagai penerbang di Marinir dan Polri.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews