Kecelakaan yang dialami Sriwijaya Air hari Sabtu kemarin (9/1) membuat reputasi dunia penerbangan Indonesia kembali menjadi sorotan dunia.
Ini adalah kecelakaan penerbangan terbesar ketiga di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Dua kecelakaan penerbangan besar sebelumnya adalah kecelakaan Boeing 737 MAX milik Lion Air di bulan Oktober 2018, dan kecelakaan Airbus A320 yang dioperasikan AirAsia Indonesia pada Desember 2014.
Sebelum kecelakaan SJ-182 yang menewaskan 62 awak dan penumpang itu, Reuters mencatat, dalam satu dekade terakhir sebanyak 697 orang tewas dalam kecelakaan penerbangan di Indonesia, baik penerbangan sipil maupun militer.
Angka ini membuat Indonesia menjadi negara dengan sistem keselamatan penerbangan terburuk di dunia. Bahkan, menurut data yang dimiliki Aviation Safety Network, lebih buruk dari Rusia, Iran, dan Pakistan.
Reuters dalam artikelnya yang diterbitkan hari ini (Senin, 11/1) juga mengingatkan, dengan berbagai kecelakaan penerbangan yang terjadi di Indonesia, Uni Eropa sempat melarang pesawat-pesawat Indonesia memasuki wilayah udara Eropa pada tahun 2007 sampai 2018.
Sementara Amerika Serikat dari tahun 2007 sampai 2016 menempatkan evaluasi keselamatan penerbangan Indonesia pada Kategori 2, yang berarti kurang memadai.
Masih menurut Reuters, catatan keselamatan penerbangan Indonesia sebenarnya telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan badan penerbangan PBB di tahun 2018 memberikan pujian.
Namun, budaya keselamatan di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kecil berupa mindset yang memandang kecelakaan sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, atau sudah ditakdirkan.
KOMENTAR ANDA