Perkembangan teknologi pertahanan Eropa kian pesat. Setidaknya ada dua proyek jet tempur generasi keenam yang sudah digenggam mereka.
Pertama merupakan jet temput BAE Systems Tempest buatan Inggris yang diperkirakan akan mencapai kemampuan operasi awal (IOC) pada tahun 2035. Sementara yang lainnya adalah Future Combat Air System (FCAS) yang diproduksi Jerman-Prancis-Spanyol dan dijadwalkan untuk mulai beroperasi pada tahun 2040.
Dimuat Reuters beberapa waktu lalu, dua proyek tersebut memicu kekhawatiran karena dilakukan secara bersamaan.
Namun dijelaskan oleh kepala biro Aviation Week di London, Tony Osborne, kedua proyek itu memiliki target yang bereda. Tempest menargetkan jet tempur yang relatif lebih murah, seperti F-35. Sementara FCAS dikembangkan sebagai proyek yang kompeks dan ambisius, seperti F-22 Raptor premium yang dibuat ole Lockheed Martin.
Tempest pertama kali dikenalkan di Farnborough Air, sebagai bagian inti dari Strategi Udara Tempur Inggris. Jet tempur itu disebut memiliki platform yang terjangkau dan sangat modular, dapat dikonfigurasi dan dikonfigurasi ulang untuk berbagai misi dan skenario pertempuran.
Salah satu yang diunggulkan dalam Tempest adalah sistem kokpit unit BAE yang dapat digunakan, menggantikan input analog dan digital dengan teknologi tampilan augmented reality (AR), serta berbagai fungsi yang didukung kecerdasan buatan.
Kendati terbilang murah, proyek Tempest menjadi dilema untuk Inggris. Inggris merupakan satu-satunya mitra level 1 dalam program F-35, denagn Angkatan Udara Kerajaan dan Angkatan Laut Kerajaan bertujuan untuk membeli F-35B.
Sehingga akan mahal bagi Inggris untuk mempertahankan komitmen pembelian tersebut, bersamaan dengan pengembangan Tempest yang diperkirakan mencapai 32,5 miliar dolar AS.
Di sisi lain, FCAS adalah proyek pengembangan bersama untuk pesawat tempur multiguna dalam jangka panjang. Jet tempur ini diperkirakan akan mengganti Rafale Dassault dan Eurofighter Typhoon.
Hanya sedikit informasi mengenai jet tempur FCAS. Tetapi pesawat itu disebut memiliki kemampuan desain fusi, dapat berinteraksi dengan satelit terdekat dan pesawat lain untuk menghasikan gambaran yang lebih nyata dari medan perang. FCAS juga dapat mengarahkan drone tertentu untuk melakukan berbagai tugas pengintaian, dukungan, hingga ofensif.
Meski kedua proyek itu memiliki kelebihannya masing-masing, namun baik Tempest maupun FCAS tampaknya terlallu mahal untuk mengganti armada produsen secara langsung.
Menurut Reuters, kedua proyek itu dibentuk untuk ekspor, meski masih harus dilihat secara pasti bagaimana persaingan antara keduanya.
KOMENTAR ANDA