Pemerintah telah berencana untuk mengoptimalkan fungsi Bandara Internasional Kertajati yang saat ini sepi menjadi bengkel pesawat.
Dalam Rapat Terbatas pada Senin (29/3), Presiden Joko Widodo menyatakan keinginannya agar Bandara Kertajati dignakan sebagai bengkel pesawat. Walaupun fungsi sebagai pengangkut penumpang dan kargo juga tetap dilakukan.
Bengkel pesawat atau MRO (Maintenance, Repair, Overhaul) memang kerap dijadikan opsi untuk memanfaatkan bandara yang sepi seperti Kertajati. Terlebih bandara yang diresmikan pada 2018 itu disebut menjadi yang terbesar kedua di Indonesia.
Meski begitu, pengamat penerbangan Alvin Lie menuturkan, tidak mudah untuk menjadikan sebuah bandara sebagai bengkel pesawat. Ada banyak tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Kepada redaksi pada Rabu (31/3), Alvin menyebut, tantangan pertama yang perlu diperhatikan pemerintah adalah pertimbangan bisnis.
Perusahaan MRO, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF AeroAsia) sudah terlanjur mengeluarkan investasi besar-besaran di Bandara Soekarno-Hatta untuk membuat hanggar terbesar di Asia untuk peralatan pesawat.
"Untuk mereka pindah tentu memerlukan pertimbnagan bisnis, bisa-bisa investasi diperlukan lagi. Kemudian yang di Soekarno-Hatta akan digunakan apa. Sebab kalau hanya ditinggalkan, nanti hanggar yang di Soekarno-Hatta akan digunakan atau dipakai MRP lain yang kemudian nanti akan terjadi persaingan," jelas Alvin.
Tantangan berikutnya yang sangat perlu diperhatikan pemerintah pentingnya adalah fasilitas pendukung untuk menarik tenaga kerja, seperti sekolah hingga rumah sakit dengan minimal berstandar nasional. Lantaran saat ini Kertajati masih belum didukung dengan fasilitas pendukung memadai.
"Yang bekerja di sana selain teknisi juga tenaga administrasi, yang mena mereka adalah orang-orang highly skill, mereka juga menginginkan kehidupan yang layak, tidak hanya gaji.
Selain itu, bengkel pesawat juga memerlukan beacukai dan imigrasi. MRO sendiri sangat terkait dengan impor barang atau suku cadang yang bebas bea, sehingga diperlukan prosedur-prosedur kepabeanan.
Keluar-masuknya pilot dan kru asing untuk membawa pesawat yang akan diperbaiki dan telah diperbaiki juga membutuhkan imigrasi.
"Ini yang perlu dipikirkan. Tentunya tidak bisa hanya memanfaatkan lapangan terbang atau bandaranya. Bukan tantangan yang mudah saya kira," tandasnya.
KOMENTAR ANDA