Dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600 yang diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka. Terbaru, dua tersangka ditetapkan menyusul tiga nama yang ditersangkakan Kejagung lebih dulu .
Dua orang yang ditetapkan tersangka tersebut ialah mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo.
Bagi Ketua DPP Serikat Karyawan Garuda Indonesia, Tomy Tampatty, penetapan Emirsyah sebagai tersangka bukanlah satu hal istimewa dan mengejutkan.
Pasalnya, kata Tomy, dugaan keterlibatan Emirsyah dalam kasus pengadaan pesawat jenis CRJ-100 telah diketahui sejak lama. Dia mengaku, telah melaporkan dugaan kasus korupsi Garuda sejak tahun 2006 dan 2010 atau di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kami mengirimkan laporan kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi semuanya tidak ada tanggapan,” kata Tomy dalam keterangannya, Senin (4/7).
Dibeberkan Tomy, Serikat Karyawan Garuda Indonesia juga beberapa kali meminta bantuan SBY. Namun, permintaan tersebut diabaikan. Jika ditotal, sebanyak 1.004 surat diberikan untuk SBY, dengan rincian tiga surat langsung dikirim ke Istana Negara, satu ke kediaman SBY di Cikeas, dan 1.000 dikirim melalui pos.
“Semuanya tidak ada tanggapan,” ketusnya.
Menurut Tomy, persoalan yang terjadi di internal Garuda adalah masalah tata kelola perusahaan dan sistem kontrol dari pejabat yang membidangi tidak berjalan dengan baik.
“Jika keputusan yang dibuat datang dari perintah direktur utama atau jajaran direksi, biasanya pejabat di bawahnya tidak berani membantah atau menolak walaupun salah dan melanggar aturan. Pejabat lebih mengamankan permintaan atau peritah bosnya supaya jabatannya tetap awet,” tuturnya.
Meski tidak istimewa, Tomy tetap mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung yang berhasil membongkar seluruh transaksi pengadaan pesawat Boing 737 NG.
Bagi dia, penetapan Emirsyah sebagai tersangka bias menjadi kunci untuk membuka siapa saja yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang lebih besar jabatannya dan menikmati hasil korupsi.
“Emirsyah Satar bisa menjadi kunci untuk membuka siapa saja yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang mungkin lebih besar jabatannya yang turut menikmati hasil korupsi,” pungkasnya.
“Yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda yang kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," ujar Burhanuddin.
Kasus korupsi pembelian pesawat Garuda ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp8,8 triliun. Pengadaan pesawat itu diduga melawan hukum dan menguntungkan pihak Lessor.
Kejagung telah menyatakan sebelumnya bahwa Emirsyah bersama tim dibawahnya tidak melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat dengan tidak transparan, tidak konsisten dan tidak sesuai kriteria.
Atas perilaku itu diduga perusahaan penerbangan plat merah itu mengabaikan prinsip-prinsip pengadaan barang, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara triliunan rupiah.
Sebelum penetapan dua tersangka ini Kejagung telah mentapkan 3 orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia peridoe 2011-2012 Setijo Awibowo. Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014 Agus Wahjudo dan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Albert Burhan yang telah dijerat.
KOMENTAR ANDA