Sekitar 30 sampai 40 persen biaya penerbangan digunakan untuk pembelian bahan bakar avtur. Kenaikan harga bahan bakar avtur dengan sendirinya akan meningkatkan beban operasional penerbangan.
Pada akhirnya, beban ini akan digeser maskapai kepada calon penumpang, dalam bentuk kenaikan harga tiket.
“Bila harga avtur melonjak dan naik secara signifikan, tidak dapat dihindari maskapai penerbangan mendapatkan beban biaya operasional yang signifikan juga karena porsinya (pembelian avtur) cukup besar,” ujar Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie ketika membuka diskusi bertema “Harga Avtur Terus Meroket, Bagaimana Nasib Transportasi Udara Indonesia”, Minggu (17/7).
Apalagi, sambungnya, nilai tukar dolar AS juga mengalami kenaikan serius. Sejak awal tahun 2022, nilai tukar dolar AS telah mengalami kenaikan sebesar 5 persen.
“Avtur memang sudah diproduksi di dalam negeri. Tetapi bahan bakunya impor,” sambung Alvin Lie.
Dia mengajak semua pihak untuk mencermati dan mulai memikirkan solusi bila harga avtur terus naik.
Dia mengingatkan, Kementerian Perhubungan di bulan April lalu memberikan lampu hijau kepada maskapai untuk menerapkan “tuslag” fuel charge harga avtur sebesar maksimal 10 persen dari tarif batas atas untuk pesawat jet dan maksimal 20 persen dari tarif batas atas untuk pesawat baling-baling.
KOMENTAR ANDA