Amerika Serikat (AS) tampaknya ingin mengirimkan pesan tersendiri dalam latihan militer gabungan Garuda Shield yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 14 Agustus 2022.
Menurut pengamat hubungan internasional dari Universitas Pertamina, Indra Kusumawardhana, AS ingin menunjukkan kesiapannya sebagai penjamin keamanan bagi kawasan lewat Garuda Shield.
Terlebih, pada Garuda Shield yang digelar kali ini juga melibatkan negara-negara yang cenderung beraliansi dengan AS, seperti Australia, Malaysia, Jepang, Singapura, Prancis, Inggris, Kanada, Selandia Baru, Korea Selatan, Papua Nugini, dan Timor Leste.
"Melalui latihan gabungan yang diikuti oleh beberapa negara lain yang secara aliansi militer cenderung ke US (Amerika Serikat), mereka ingin memberikan pesan di kawasan bahwa US siap menjadi security guarantor jika ada instabilitas di kawasan Asia," jelasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/8).
Garuda Shield 2022 melibatkan 2.000 personel TNI AD, 2.000 tentara AS, dan tambahan dari negara-negara mitra. Untuk tahun ini, latihan digelar di Baturaja (Kepulauan Riau), Amborawang (Kalimantan Timur), dan Palembang.
Banyak pihak menyebut Garuda Shield digelar sebagai upaya AS untuk menghadang kekuatan China di kawasan. Selain itu, latihan ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan.
Kendati begitu, Indra menilai Garuda Shield belum bisa dikatakan sebagai persiapan AS untuk menghadapi kemungkinan serangan China ke Taiwan. Alih-alih, sekadar tanggapan AS atas gelar kekuatan militer China di dekat Taiwan.
"Dari kacamata saya, belum sampai pada tahapan US dan sekutunya memiliki pandangan bahwa China akan menyerang Taiwan, sehingga perlu persiapan untuk latihan tempur," ujarnya.
Ketegangan di Selat Taiwan meningkat setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengunjungi Taipei pada 2 Agustus 2022, yang memicu kemarahan China.
Beijing kemudian mengumumkan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan, meliputi penembakan beberapa rudal di dekat perairan pulau tersebut.
KOMENTAR ANDA