Jika perang pecah, Jepang tidak memiliki kekuatan untuk bertahan apalagi memenangkan pertempuran. Pakar militer Jepang terkemuka mengatakan, hal itu disebabkan karena Jepang tidak memiliki amunisi yang cukup.
Hal itu pula yang mendasari Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida memulai pembelian sistem senjata baru yang lebih kuat dan canggih untuk memenuhi kebutuhan pertahanannya baru-baru ini.
"Pasukan Bela Diri Jepang memiliki jumlah amunisi yang sangat kecil. Angka-angka tertentu merupakan rahasia militer. Namun, jelas bahwa jika perang nyata pecah, amunisi akan habis dengan sangat cepat," ujar Yu Koizumi, pakar dari Pusat Penelitian untuk Sains dan Teknologi Lanjutan di Universitas Tokyo, dalam pernyataannya pada Kamis (25/8), seperti dikutip dari TASS.
Sejak awal, menurutnya, Pasukan Bela Diri Jepang tidak dibentuk untuk melakukan perang independen dengan kekuatan besar seperti dengan Uni Soviet misalnya.
Komentar Yu muncul menanggapi upaya pemerintah Jepang untuk menyisihkan anggaran pertahanan rekor besar untuk tahun fiskal berikutnya.
Persenjataan dan amunisi hanya cukup untuk bertahan selama beberapa waktu sampai kedatangan pasukan AS dan akhirnya memainkan peran sekunder, jelasnya.
Amunisi paling-paling akan bertahan tidak lebih dari dua bulan selama konflik. Selain itu, 70 persen amunisi Jepang telah disimpan di pulau paling utara Hokkaido sejak periode Perang Dingin dan konfrontasi dengan Uni Soviet dan akan sangat sulit untuk memindahkannya ke daerah yang berpotensi menjadi konflik di Laut China Timur, menurutnya.
Yu kemudian memerinci, sekitar 15.000 amunisi digunakan setiap hari dalam operasi tempur yang sedang berlangsung di Ukraina. Jepang tentu tidak akan memiliki kemampuan untuk menanggung lingkup operasi militer semacam itu.
Itu sebabnya, Untuk mendukung kekuatan militernya, baru-baru ini Jepang meningkatkan pengeluaran pertahanan negara menjadi 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Fokus Jepang saat ini adalah meningkatkan pengeluaran pertahanan, mengumpulkan amunisi dan memperkuat infrastruktur pertahanan di daerah pulau-pulau terpencil dekat Taiwan, menurut Yu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jepang telah secara teratur meningkatkan pengeluaran pertahanannya. Pada tahun fiskal saat ini, alokasi ini telah berkembang menjadi 5,37 triliun yen (sekitar 39 miliar dolar AS).
Dana ini akan disalurkan ke dalam pengembangan dan produksi massal rudal jarak jauh, drone serang dan sistem pertahanan rudal anti-balistik baru yang mampu mencegat target hipersonik.
Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Jepang telah mengusulkan agar pengeluaran militer untuk menjadi dua kali lipat dari sekarang.
Jika parlemen negara itu menyetujui permintaan ini, pengeluaran militer Tokyo akan meningkat lebih dari 4 persen. Pertanyaannya adalah apakah negara itu mampu membayar pengeluaran ekstra yang begitu besar.
KOMENTAR ANDA