Setiap tahun, Indonesia menghasilkan 60 juta ton sampah, dan di dalamnya sekitar 17 persennya adalah sampah plastik. Sebagian besar sampah plastik ini akan berakhir di lautan. Sampah laut dapat membawa dampak berbahaya tidak hanya bagi makhluk laut tetapi juga manusia.
Ekonomi sirkular adalah model produksi dan konsumsi, yang melibatkan berbagi, menyewakan, menggunakan kembali, memperbaiki, memperbarui, dan mendaur ulang bahan dan produk yang ada selama mungkin. Konsep tersebut memiliki tiga prinsip utama, yaitu menghilangkan limbah dan polusi, mengedarkan produk dan bahan, dan regenerasi alam.
Daur ulang plastik adalah langkah penting menuju ekonomi sirkular, tetapi mencapai sirkularitas memerlukan tindakan di setiap titik dalam masa pakai suatu produk: mulai dari desain hingga pengelolaan limbah.
Penerapan ekonomi sirkular tentu akan mengurangi sampah laut.
Tahun ini, Indonesia menjadi presiden G20. Tetapi kita harus ingat bahwa negara- negara G20, yang merupakan ekonomi terbesar di dunia, menyumbang sekitar 75 persen penggunaan material global dan 80 persen emisi gas rumah kaca global.
Pada tahun 2017, negara-negara G20 mengadopsi “G20 Action Plan on Marine Litter” di KTT Hamburg. Setelah dua tahun, ia mengadopsi “Osaka Blue Ocean Vision”, yang bertujuan untuk mengurangi polusi tambahan oleh sampah plastik laut menjadi nol pada tahun 2050 melalui pendekatan siklus hidup yang komprehensif.
Pada tahun 2018, Uni Eropa (UE), telah menetapkan target yang berani untuk kuota daur ulang plastik dan persyaratan konten daur ulang sebagai bagian dari strategi plastiknya.
Dalam upaya untuk lebih fokus pada ekonomi sirkular plastik untuk mencegah sampah laut, Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) telah menyelenggarakan talk show bertajuk “Circular Economy of Plastics to Prevent Marine Litter” di Courtyard by Marriott Hotel di Bali pada hari Jumat (26/8) mulai pukul 14.00 hingga 16.30 WITA.
Talk show, pra-acara pertemuan G20 akhir tahun ini di Bali, menampilkan pembicara terkemuka seperti Alvaro Zurita, team leader of the EU-German project on Rethinking Plastics: Circular Economy Solutions to Marine Litter, Rofi Alhanif, Ujang Solihin Sidik, Kepala Sub Direktorat Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raldi Hendro Koestoer, Guru Besar Sekolah Lingkungan Hidup Universitas Indonesia, Arisman, Direktur Eksekutif dari CSEAS dan Roger Spranz, salah satu pendiri Making Oceans Plastic Free.
Talk Show ini dimoderatori oleh Prita Laura, mantan pembawa berita Metro TV.
Tujuan utama dari talk show ini adalah untuk mempelajari kebijakan dan pendekatan UE dan Indonesia dalam memajukan ekonomi sirkular plastik untuk mengatasi sampah laut, menunjukkan upaya Indonesia dan beberapa kotanya dalam menangani sampah plastik laut dan mempromosikan penerapannya. ekonomi sirkular di Indonesia.
“Hal ini (extended producer responsibility atau EPR) mendapat lebih banyak perhatian dan sekarang terdapat momentum di suatu wilayah. Ketika EPR tidak dipersoalkan lagi, apakah harus ada hal yang lebih dilakukan dan bagaimana?” ujar Alvaro Zurita.
Sementara Rofi Alhanif antara lain mengatakan, “Saya yakin jika kita menerapkan konsep ekonomi sirkular, sampah plastik di lautan akan berkurang”.
Adapun Direktur Eksekutif dari CSEAS, Arisman, menambahkan, “Pemilahan sampah dan pengumpulan sampah terpisah sangat penting dilakukan untuk mengurangi sampah plastik. Kita butuh modal sosial di desa untuk menerapkan ekonomi sirkular.”
KOMENTAR ANDA