Kubu Chairul Tanjung memutuskan untuk tidak akan berpartisipasi dalam rights issue PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang digelar untuk memperkuat struktur modala maskapai pelat merah itu.
Keputusan PT Trans Airways milik Chairul Tanjung tidak menggunakan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) disampaikan Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, seperti dilansir media, Rabu (28/12). Konsekuensi dari keputudan Chairul Tanjung ini adalah saham Trans Airways di Garuda Indonesia akan mengalami delusi atau pengurangan.
Jumlah saham baru yang akan diterbitkan dalam rights issue ini sebanyak-banyaknya 63,21 miliar saham. Rasio HMETD menjadi 10.000.000 berbanding 24.418.256. Dengan harga pelaksanaan HMETD Rp196 per saham.
Pemegang saham yang tidak melaksanakan haknya untuk melaksanakan HMETD, kepemilikannya dapat terdilusi sebesar maksimum 70,95 persen.
Irfan juga menyiratkan, tidak semua jatah rights issue porsi publik diambil seluruhnya, karena memang rights issue ini sebagai bagian dari pemerintah menyuntikan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun. Berdasarkan data Datindo Entrycom, dari 19 Desember hingga 27 Desember telah ada beberapa kali pencatatan saham baru GIAA.
"Saya tidak ingin katakan tertarik atau tidak, data kami cukup besar yang mengikuti rights issue ini, tetapi memang bukan untuk publik, jadi pemegang saham Garuda saja, kami perkirakan atau berharap ketika semua proses ini selesai, suspensi dilepas, harga saham menjadi lebih bergairah," tambahnya.
Dia juga menerangkan, Garuda memiliki masa depan yang lebih jelas seiring dengan pelaksanaan rights issue porsi pemerintah dan publik ini. GIAA juga bakal terus mengedepankan transparansi sehingga dapat menjadi perusahaan yang lebih baik lagi.
"Mudah-mudahan semua bisa lihat garuda punya masa depan lebih clear, operasional, dan transparansi juga bisa diberikan berupa pergerakan saham, sehingga mengembalikan modal yang beberapa tahun lalu tertahan di Garuda," tuturnya.
Di hari yang sama, GIAA juga direncanakan menerbitkan sukuk baru sekitar USD80 juta. Private placement digelar dalam rangka konversi obligasi wajib konversi (OWK) yang diterbitkan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur Rp 1 triliun. Selain itu, untuk melaksanakan konversi utang para kreditur sebagai pelaksanaan atas perjanjian perdamaian.
Kata Irfan, penerbitan sukuk baru adalah salah satu syarat agar saham GIAA bisa lepas dari suspensi Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Saham kita disuspen itu karena kita waktu itu wanprestasi terhadap sukuk. Jadi salah satu syarat saham kita bisa dilepas suspensinya bila kita kemudian bisa menerbitkan sukuk baru sebagai pengganti sukuk yang lama. Jadi sukuk yang lama USD500 juta dolar ini direstrukturisasi mengalami haircut dan akan menjadi sukuk dengan nilai sekitar USD80 juta,” papar Irfan.
KOMENTAR ANDA