post image
Petugas memeriksa mesin pesawat Boeing 737 MAX 8 Lion Air yang mengalami kecelakaan di bulan Oktober 2018.
KOMENTAR

Kasus dua kecelakaan maut Boeing 737 MAX 8 di Indonesia pada 2018 dan di Ethiopia pada 2019 kembali muncul ke permukaan setelah Departemen Kehakiman Amerika Serikat membuka peluang membawa Boeing ke meja hijau.

Kecelakaan yang dialami Lion Air JT-610 pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines ET-302 pada Maret 2019 menewaskan 346 orang.

Dalam surat kepada Pengadilan Federal di Texas, dikatakan bahwa Boeing melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum. Namun, Boeing berkata kepada kantor berita AFP bahwa mereka yakin sudah menaati perjanjian dan akan membela diri.

Menurut otoritas AS, Boeing melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DFA) dengan tidak merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan serta etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya.

Melakukan pelanggaran seperti itu berarti Boeing bisa dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tadi. Pemerintah AS sedang mengevaluasi tindakan selanjutnya dan meminta Boeing memberikan tanggapan pada 13 Juni 2024.

Para pejabat AS juga berencana berunding dengan para keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610 dan Ethiopian Airlines ET-302.

Pada Maret 2019, Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan Ethiopian Airlines jatuh di tenggara Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya. Ini adalah kecelakaan kedua dalam lima bulan yang dialami pesawat 737 MAX, lini produk untuk menggantikan 737 NG.

Kecelakaan pertama, yang melibatkan MAX 8 milik Lion Air, terjadi pada Oktober tahun sebelumnya di Laut Jawa, Indonesia, dan menyebabkan 189 orang tewas. Kedua pesawat jatuh tak lama setelah lepas landas.

Penyelidikan menemukan adanya masalah dengan sistem penerbangan otomatis. Boeing 737 MAX kemudian harus dikandangkan untuk sementara atau dilarang memasuki wilayah udara seluruh dunia.

 

 


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews