Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko Teguh Santosa berfoto sebelum menaiki pesawat Royal Air Maroc milik Kerajaan Maroko di Bandara Internasional Dakhla di Sahara Maroko, bulan Juli lalu. Teguh berkunjung ke sejumlah kota di Maroko bersama enam wartawan senior dari Indonesia.
Di akun IG miliknya, @teguhtimur mengatakan, pembangunan di Dakhla sungguh memukau. Menurutnya, kondisi Dakhla kini jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali dia mengunjungi Dakhla tahun 2010 lalu.
Teguh yang juga dosen jurusan ilmu hubungan internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan salah seorang petisoner di Komisi IV PBB yang membahas masalah politik khusus dan dekolonisasi sejumlah wilayah di dunia.
Dari perspektif kesejarahan, Teguh menilai wilayah yang menjadi sengketa di sisi barat Sahara merupakan bagian dari Kerajaan Maroko, jauh sebelum kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di Afrika.
Sangat wajar bila setelah Prancis meninggalkan Maroko di tahun 1956, pejuang-pejuang Maroko berusaha merebut kembali wilayah mereka yang ketika itu masih dikuasai Spanyol. Perjuangan mengusir Spanyol ini berhasil setelah pada pertengahan 1970an Spanyol mengalami krisis ekonomi dan politik sehingga harus meninggalkan wilayah koloninya.
Secara de facto Kerajaan Maroko berhasil menyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan di Dakhla dan kawasan selatan Maroko ini. Dakhla, misalnya, kini dikenal sebagai salah satu tujuan wisata bagi pecinta olahraga kite surfing dari Eropa. Resort dan vila kini tumbuh bagai jamur di musim hujan di Dakhla.
KOMENTAR ANDA