Australia dan Indonesia tengah mempersiapkan konstruksi kerjasama yang lebih signifikan di bidang pertahanan. Menteri Pertahanan Australia Richard Marles direncanakan mengunjungi Indonesia akhir bulan ini untuk menandatangani perjanjian yang ditingkatkan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Prabowo yang akan dilantik sebagai presiden Indonesia pada bulan Oktober juga disebutkan akan melakukan perjalanan ke Canberra dalam beberapa minggu ke depan untuk bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
"Saya akan menyambut menteri pertahanan Indonesia dalam dua minggu ke depan, yang akan datang ke Canberra, dan dia akan mengadakan pertemuan dengan kabinet saya," kata Albanese dalam sebuah wawancara dengan ABC Kamis lalu.
“Dalam hitungan minggu, saya akan menghadiri pelantikannya. Kerja sama yang kami jalin dengan Indonesia memang sangat kuat,” katanya lagi seperti dikutip dari South China Morning Post (SCMP).
Ketika perjanjian yang ditingkatkan itu pertama kali diumumkan pada bulan Februari, Marles menggambarkannya sebagai “perjanjian pertahanan terdalam dan paling signifikan antara kedua negara kita dalam sejarah masing-masing”.
Sementara Marles menyebutnya sebagai dokumen “setingkat perjanjian”, para analis mengatakan para pembuat kebijakan Indonesia kemungkinan akan menahan diri dari karakterisasi semacam itu.
“Indonesia telah menjelaskan bahwa mereka tidak akan menjadi pihak dalam pengaturan pertahanan formal seperti perjanjian apa pun,” kata Natalie Sambhi, direktur eksekutif lembaga pemikir independen Verve Research dan dosen di Universitas Deakin, Australian War College.
“Namun, hal ini tidak menghalangi Indonesia untuk memperdalam kerja sama keamanan dengan berbagai mitra internasional,” katanya.
Indonesia dapat membuat pengaturan kerja sama keamanan yang secara fungsional menyerupai “hubungan keamanan yang erat”, tetapi Jakarta tidak mungkin secara terbuka menggambarkan pengaturan tersebut menggunakan istilah “perjanjian” atau “aliansi”, menurut Sambhi.
Evan Laksmana, seorang peneliti senior untuk modernisasi militer Asia Tenggara di Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan bahwa perjanjian pertahanan yang ditingkatkan, meskipun tidak sepenuhnya "terobosan", memang menandai peningkatan hubungan keamanan kedua negara.
"Tetapi saya tidak berpikir hal itu menyiratkan penyelarasan strategis secara lebih luas, khususnya dalam konteks persaingan AS-Tiongkok," katanya.
"Saya juga tidak berpikir hal itu menyiratkan kemungkinan langsung terjadinya perang bersama atau perjanjian pertahanan bersama antara Indonesia dan Australia,” katanya dalam artikel SCMP yang ditulis Amy Sood.
Australia dan Indonesia akan memperingati 75 tahun hubungan diplomatik akhir tahun ini. Sementara hubungan pertahanan dan hubungan bilateral yang lebih luas telah menguat dalam beberapa tahun terakhir, hubungan mereka telah melewati tantangan dan ketegangan berkala selama beberapa dekade.
Kedua negara menandatangani pakta keamanan penting pada tahun 1995, tetapi dibatalkan setelah empat tahun ketika Australia memimpin misi penjaga perdamaian ke Timor Timur, setelah kekerasan meletus di provinsi yang saat itu merupakan wilayah Indonesia setelah referendum kemerdekaan.
Kedua negara kemudian memperbaiki hubungan dan pada tahun 2006 menandatangani Perjanjian Lombok untuk bekerja sama dalam mengatasi ancaman keamanan bersama.
Hubungan tersebut terancam pada tahun 2013 ketika terungkap bahwa Australia telah menyadap panggilan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, istrinya, dan pejabat senior lainnya. Hal ini menyebabkan kemarahan publik di Indonesia, tetapi Yudhoyono akhirnya mencegah pertikaian diplomatik tersebut semakin memburuk.
Pada tahun 2017, Indonesia menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia setelah seorang instruktur pasukan khusus Indonesia menganggap materi pelatihan yang digunakan selama program pertukaran tidak menghormati negaranya.
Para ahli mengatakan bahwa keadaan telah membaik sejak saat itu, dan hubungan tersebut telah menerima lebih banyak momentum sejak Prabowo menjadi menteri pertahanan pada tahun 2019.
Sejak 2022, Australia telah berpartisipasi dalam latihan militer gabungan tahunan Indonesia-AS yang dikenal sebagai Super Garuda Shield, bersama Jepang dan Singapura. Pada bulan Mei, Angkatan Udara Kerajaan Australia dan Angkatan Udara Indonesia melakukan latihan pengawasan maritim bersama.
“Saya pikir Prabowo telah menunjukkan dukungan besar untuk memperdalam kerja sama,” kata Sambhi, juga mencatat upaya di bawah jabatannya untuk mengintegrasikan taruna angkatan darat Indonesia ke dalam Australian Royal Military College, dengan angkatan perdana yang lulus tahun lalu.
Saat Indonesia dan Australia bersiap untuk menandatangani kesepakatan yang ditingkatkan ini, penekanannya akan tetap pada hubungan antarmasyarakat, dan “elemen kekuatan lunak dari hubungan pertahanan”, menurut Laksmana.
“Ini berarti keterlibatan, pertukaran, pendidikan, latihan,” katanya, seraya menambahkan bahwa hal itu tidak mungkin menjadi “hubungan pertahanan yang lebih matang yang mencakup kerja sama teknologi, kolaborasi industri pertahanan, atau pengalaman perang bersama”.
Namun, Laksmana mencatat perjanjian baru ini juga dapat mengatasi beberapa kekhawatiran strategis Australia yang sudah lama ada tentang potensi ancaman dari salah satu tetangga terdekatnya, Indonesia.
“Mendapatkan perjanjian pertahanan yang lebih erat dari Indonesia merupakan bagian dari upaya untuk meredakan beberapa kekhawatiran tersebut guna memastikan bahwa Indonesia berada di pihak Australia.”
KOMENTAR ANDA