post image
Ilustrasi
KOMENTAR

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai harga tiket pesawat yang tinggi didorong sejumlah faktor. Mulai dari harga avtur yang tinggi, distribusi avtur yang dimonopoli, dan komponen pajak, serta perilaku pelaku usaha yang tidak mendukung.

Hal ini disampaikan anggota KPPU Budi Joyo Santoso dalam siaran pers, Kamis (26/9/2024).

Budi Joyo Santoso mengatakan, pihaknya telah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengevaluasi konstansa yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur Yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

"KPPU menilai, dalam konstanta sebesar Rp 3.581/liter tersebut, sudah terdapat beberapa komponen yang sudah tidak relevan, misalnya penggunaan acuan harga terjauh (paling mahal) bagi pengangkutan dan penyimpanan,” ujar Budi.

Sementara terkait distribusi, Peraturan BPH MIGAS No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara mengarah pada monopoli oleh Pertamina, dan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke pasar jika tidak bekerja sama dengan Pertamina.

Dengan avtur sebagai pembentuk sekitar 40 persen dari harga tiket, maka membuka pasar avtur akan dapat menurunkan harga bahan bakar tersebut. Komponen pembentuk harga yang besar lainnya adalah biaya pemeliharaan pesawat yang mencapai sekitar 15 persen dari harga tiket. Komponen pesawat saat ini masih didatangkan dari luar negeri, sehingga dikenakan bea masuk.

“Menurunkan biaya komponen juga merupakan solusi yang harus ditempuh. Untuk itu KPPU akan berkoordinasi dengan lintas lembaga untuk melihat kembali berbagai kebijakan yang mendasari pembentukan harga,” kata Budi.

Budi juga menuturkan, mahalnya harga tiket juga dapat disebabkan oleh perilaku pelaku usaha. Untuk itu dalam Putusan KPPU terkait kartel tiket yang dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung, para maskapai Terlapor diwajibkan untuk melaporkan setiap perubahan kebijakannya yang berkaitan dengan persaingan kepada KPPU.

“Ini ditujukan agar mencegah adanya perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh para maskapai,” ungkap Budi.

Namun sayangnya, sebut Budi, Lion Group tidak patuh atas Putusan, sehingga patut diduga ketidakpatuhan tersebut mengarah pada perilaku anti persaingan. Untuk itu, KPPU telah melakukan penyelidikan awal untuk membuktikan adanya pelanggaran UU oleh Lion Group.

"Jika terbukti melanggar, KPPU dapat menjatuhkan denda kepada Lion Group paling banyak sebesar 50 persen dari keuntungan bersih atau paling banyak sebesar 10 persen dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran,” tegas BJS.

 


Mulai 1 November Garuda Terbang dari Halim Perdanakusuma ke Surabaya, Medan, dan Padang, Cek Waktu dan Harga Tiket

Sebelumnya

Lion Group dan LeMondial Business School Jalin Kerjasama Strategis Pengembangan SDM Profesional

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews