post image
Kuasa Usaha Ad Interim Kedubes AS Jakarta Heather Merritt menghadiri peringatan 83 tahun Pertempuran Selat Sunda bersama perwakilan angkatan laut Indonesia, Australia, Amerika Serikat, komunitas maritim, dan pemerintah./Foto: Kedubes AS Jakarta
KOMENTAR

Sebuah pertempuran hebat terjadi di Selat Sunda, malam hari, 28 Februari 1942. Armada Sekutu yang terdiri dari kapal penjelajah ringan Australia HMAS Perth, kapal penjelajah berat Amerika USS Houston, dan kapal perusak Belanda HNLMS Evertsen berhadapan dengan gugus tugas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang berukuran besar.

Pertempuran sengit berakhir pada tanggal 1 Maret keesokan harinya. Ketiga kapal Armada Sekutu karam, sementara lima kapal Jepang tenggelam. Tidak kurang dari 1.000 tentara di pihak Sekutu tewas dan 675 lainnya ditahan. Sementara di pihak Jepang sejumlah catatan menyebutkan korban tewas hanya sebanyak 10 tentara dan 37 lainnya luka.

Sejak tahun 1945, setiap tahun peristiwa pertempuran besar itu diperingati.

“Janganlah kita melupakan pengorbanan para pelaut dan marinir pemberani ini,” ujar Kuasa Usaha Ad Interim Kedubes AS di Jakarta, Heather Merritt, yang menghadiri peringatan Pertempuran Selat Sunda, 28 Februari 2025. Peringatan itu dihadiri perwakilan dari angkatan laut Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat, komunitas maritim, serta pemerintah.

“Mari kita terus bekerja dengan mitra Indonesia dan regional untuk menjaga agar bukan hanya memori tentang mereka tetap hidup, tetapi juga perdamaian yang mereka perjuangkan. Saya juga berharap kita dapat bekerja sama untuk melestarikan warisan kapal Houston dan Perth, menemukan cara untuk melindungi situs ini sekaligus membagikan kisahnya kepada generasi mendatang,” ujarnya lagi.

Sebagai bagian dari peringatan, perwakilan dari angkatan laut dan maritim ketiga negara meletakkan karangan bunga di Selat Sunda untuk menghormati para pelaut yang gugur. Acara ini menyoroti komitmen yang berkelanjutan terhadap peringatan dan persahabatan antara negara-negara tersebut, yang terus membentuk kerjasama regional masa mendatang.

Selain menghormati yang gugur, upacara ini juga memperkuat kerjasama antara Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Kerjasama ini tetap penting karena ketiga negara terus mengatasi tantangan bersama dalam keamanan maritim, stabilitas regional, dan perlindungan situs warisan seperti Teluk Banten.

“Kami tidak berkumpul di sini hari ini untuk memuliakan perang, tetapi untuk mengingat biaya perang, dengan harapan dunia kita tidak akan pernah harus menanggung rasa sakit dan penderitaan seperti itu lagi,” kata Atase Angkatan Laut AS untuk Indonesia, CDR Patrick Panjeti.

“Itulah mengapa kami memperingati sejarah peristiwa ini dan mengapa Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mempertahankan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di mana kapal dapat melintas dengan aman dan perdamaian dapat dipertahankan,” sambungnya.

Pertempuran Selat Sunda mengakibatkan 696 pelaut dan marinir Amerika kehilangan nyawa setelah pertempuran sengit pada malam hari di lepas pantai Jawa.

Di antara pelaut Sekutu yang ditawan Jepang, sebanyak 368 pelaut dan marinir berasal dari USS Houston. Mereka ditawan di Jawa, Singapura, Myanmar, Thailand, dan Jepang. Saat perang berakhir, sebanyak 291 pelaut Houston kembali ke kampung halaman sebagai pahlawan.

Setiap tahun sejak 1945, USS Houston Survivors Association, yang kini menjadi USS Houston Survivors’ Association and Next Generations, berkumpul di kota Houston, Texas, untuk mengenang kapal mereka dan kru pemberani tersebut. 

 


Ini 5 Fakta Menarik Penerbangan Lintas Atlantik Pertama

Sebelumnya

Pesan Jimmy Carter untuk Alien Masih Beredar di Tatasurya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Histoire