post image
Beberapa peserta peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung yang diselenggarakan di Beijing, 17 April 2025. Dubes RI Djauhari Oratmangun tampak duduk kedua dari kiri,
KOMENTAR

Dalam rangka memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing bersama Chinese People’s Institute of Foreign Affairs (CPIFA) menyelenggarakan Roundtable on Carrying Forward the Bandung Spirit, pada 17 April 2025 di Beijing.

Acara ini dibuka oleh Duta Besar RI untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, bersama Presiden CPIFA, Wang Chao, serta dihadiri secara daring oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI, Dubes Siti Nugraha Mauludiah.

Dalam sambutannya, Dubes Djauhari menegaskan bahwa semangat Bandung bukan hanya dokumen sejarah, melainkan panduan yang semakin relevan. Ketika dunia dihadapkan pada ketimpangan, proteksionisme, dan konflik geopolitik, maka nilai-nilai dasar Konferensi Bandung seperti kedaulatan, menentukan nasib sendiri, saling menghormati, dan kerja sama pembangunan menjadi semakin penting untuk dipedomani.

Presiden CPIFA, Wang Chao, dalam sambutannya menyampaikan pesan tertulis dari Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi yang menekankan bahwa semangat Bandung kini semakin menemukan urgensinya. Dalam konteks dunia yang menghadapi krisis multilateralisme, semangat ini menjadi inspirasi untuk memperjuangkan ko-eksistensi damai, keterbukaan ekonomi, dan tata dunia yang lebih adil

Dubes Siti Nugraha Mauludiah dalam paparannya menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk terus membawa semangat Bandung dalam pergaulan global, khususnya melalui penguatan kerja sama Selatan-Selatan dan skema triangular cooperation.

Terkait ini, tahun lalu Indonesia telah menyelenggarakan Indonesia–Africa Forum dengan tema “Bandung Spirit for Africa’s Vision 2063.” Forum tersebut menghasilkan lebih dari USD 3,5 miliar dalam bentuk kesepakatan konkret, membuktikan bahwa semangat Selatan-Selatan tidak berhenti pada retorika, tetapi terwujud nyata di lapangan.

Dubes Imron Cotan, dalam kapasitasnya sebagai Staf Khusus Menkopolkam, turut menjadi salah satu pembicara kunci dalam forum ini. Beliau menekankan bahwa semangat Bandung tidak boleh berhenti pada kerja sama Selatan-Selatan saja, namun juga harus membuka ruang bagi dialog antara Utara dan Selatan, termasuk melalui pembentukan koridor ekonomi strategis antara kedua kawasan.

Diskusi dalam forum turut menghadirkan tokoh-tokoh diantaranya Dubes U Thant Kyaw (Myanmar), mantan Menlu Pakistan Khurshid Mahmud Kasuri, dan mantan Wakil Sekjen PBB, Dubes Wu Hongbo.

Mereka sepakat bahwa di tengah meningkatnya unilateralisme dan proteksionisme, Semangat Bandung perlu diterjemahkan menjadi kerja sama yang lebih konkret, termasuk dalam bentuk penguatan kerangka kerja seperti RCEP, dan CPTPP.

Mengutip pernyataan Dubes Djauhari, Semangat Bandung bukanlah masa lalu. Ia adalah jalan yang kita pilih hari ini. Di tengah dunia yang penuh ketegangan dan ketimpangan, Semangat Bandung adalah harapan bahwa dunia yang lebih setara bukan hanya angan-angan, melainkan tujuan yang bisa dicapai, jika kita berjalan bersama.

Turut hadir dalam roundtable ini beberapa Duta Besar dan perwakilan dari negara-negara peserta KAA 1955.


GREAT Institute: Perang Tarif Trump Momentum Membangun Tanpa Ciptakan Ketergantungan

Sebelumnya

GREAT Institute Diskusikan Kebijakan Luar Negeri Prabowo

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Politics