Oleh: Ir. H. Abdullah Rasyid, ME, Staf Khusus Menteri Imipas Bidang Komunikasi dan Media
DI antara Bali dan Keimigrasian telah terjalin “afliasi” yang sangat erat dan merekat. Jika Provinsi Bali menjadi salah satu “wajah-budaya” dan destinasi wisata utama di Indonesia, maka “Keimigrasian” merupakan upaya negara dalam menghadirkan penegakan hukum bagi setiap warga negara asing (WNA) agar “patuh” terhadap konstitusi positif perundangan Republik Indonesia.
Sebagai sebagai salah satu pusat pariwisata global, Provinsi Bali memiliki aktivitas keimigrasian yang intens. Tingginya intensitas tersebut kemudian “rentan” terhadap berbagai pelanggaran keimigrasian WNA, seperti overstay, penyalahgunaan izin tinggal dan berbagai aktivitas kriminal. Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) dan proses deportasi yang telah berhasil dilakukan merupakan upaya dalam menjaga kedaulatan negara dari setiap pelanggaran pidana dan pelanggaran norma budaya Indonesia bagi setiap imigran yang berada di wilayah kedaulatan Indonesia.
Pada pertengahan April tahun 2025, kunjungan wisatawan di Provinsi Bali masih cukup normal. Setiap harinya ada 16 - 17 ribu wisatawan yang masuk dari total aktifitas operasi 42 penerbangan komersial di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Namun ada yang bertanya-tanya, kenapa jumlah wisatawan banyak, tetapi jumlah hunian hotel tetaplah rendah di sana?
Jika merujuk analisa dari Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, Bapak I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya; salah satu faktor utama hotel di bali sepi adalah perubahan profil wisatawan. Turis yang datang saat ini didominasi kalangan menengah ke bawah yang lebih memilih menginap di villa, homestay atau guest house, dan menurutnya; Fenomena lain dari rendahnya jumlah hunian hotel di Provinsi Bali adalah meningkatnya jumlah imigran dari Rusia dan Ukraina.
Pertengahan April di Bali atau di Provinsi manapun di Indonesia adalah musimnya akttifitas wisata low season. Biasanya pada musim low season ini, akan mudah menemukan banyak agensi travel yang berlomba untuk menawarkan harga termurah, berbagai iklan promo wisata biasanya akan “bersliweran” di seluruh kanal kanal iklan media.
Benarkah ada pengelompokan turis ekonomi menengah ke bawah dan ke atas?
Tentunya tidak benar jika ada yang berpendapat bahwa turis itu dapat dikelompokkan ke dalam kelompok ekonomi menengah ke bawah atau ke atas. Karena “hakikatnya” tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan pasti; berapa banyak uang yang dimiliki oleh setiap orang. Tidak pula ditemukan di mesin pencarian google melalui keyword; siapa saja kelompok turis ekonomi ke bawah atau atas itu. Namun faktanya, Provinsi Bali telah berkembang cukup signifikan dalam 5 tahun terakhir.
Perkembangan infrastruktur wisata di Bali dalam 5 tahun terakhir (2020–2025) telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, didorong oleh pemulihan pariwisata pasca-pandemi, investasi properti, dan keberhasilan kebijakan pemerintah dalam mendukung pariwisata yang berkelanjutan di seluruh Indonesia.
Selain peningkatan infrastruktur transportasi Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Pembangunan infrastruktur jalan, seperti tol Bali Mandara dan peningkatan jalan di wilayah wisata seperti Canggu dan Ubud, ternyata telah mempermudah akses ke berbagai landscape destinasi wisata baru di Provinsi Bali. Kawasan seperti “Nyanyi” dan “Pererenan” kini menjadi tujuan investasi properti karena telah didukung akses jalan yang lebih baik.
Provinsi Bali Juga telah memiliki Aplikasi transportasi berbasis teknologi yang terus berkembang dan mendukung mobilitas wisatawan, serta keberhasilan program pemerintah dalam mendorong konektivitas melalui perluasan jaringan telekomunikasi, termasuk penyediaan akses layanan komunikasi “5G” di setiap area wisata utama.
Provinsi Bali telah sukses mengimplementasikan program-program pengembangan destinasi wisata baru dalam bentuk;
Pertama, diversifikasi Lokasi untuk mengurangi tekanan pada kawasan wisata tradisional seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud. Pemerintah dan sektor swasta berhasil mengembangkan destinasi kawasan wisata baru di wilayah barat seperti Pererenan, Kedungu, Cemagi, dan Nyanyi. Kawasan ini ternyata telah menarik minat banyak wisatawan dan ekspatriat yang mencari lingkungan wisata alami dan tidak overcrowded.
Kedua, Provinsi Bali juga telah memiliki kawasan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan yang dikembangkan atas dasar Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 9 Tahun 2021. Bali mendorong ekowisata dengan pengembangan destinasi berbasis alam dan budaya, seperti desa wisata dan situs pelestarian lingkungan.
Pertumbuhan Properti bertambah, Harga properti di Bali naik rata-rata 7% per tahun dalam 5 tahun terakhir, yang didorong oleh tingginya permintaan investasi untuk vila, resor, dan hunian mewah. Pada tahun 2024, pendapatan dari sektor properti di Provinsi Bali mencapai USD. 142 juta, naik 33% dari bulan sebelumnya. Kawasan seperti Nyanyi mengalami lonjakan harga tanah tertinggi hingga Rp. 8 juta per meter persegi pada tahun 2024 ini.
Selanjunya, fasilitas akomodasi di Provinsi Bali juga bertambah. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang meningkat, mencapai 57,69% pada April 2024, naik 13,38 poin dari April 2023. Hotel non-bintang juga mencatat TPK 44,05%. Bali kini banyak menyediakan berbagai pilihan resor baru dan vila eksklusif, seperti proyek OXO The Residences di Nyanyi yang dibangun untuk menarik kunjungan wisatawan premium.
Dengan adanya histori Overtourism dan Tekanan Infrastruktur, terjadi Lonjakan wisatawan (6,33 juta wisman pada 2024) yang menyebabkan tekanan pada infrastruktur di kawasan populer, seperti kemacetan, krisis pengelolaan sampah, dan keterbatasan air di sektor Ubud, Seminyak, dan Kuta, sehingga kerepotan dalam menghadapi kepadatan yang mempengaruhi aktifitas wisata. Gentrifikasi pariwisata di Kuta, Sanur, dan Ubud telah mencapai puncak, memicu perubahan demografi dan lanskap.
Selain itu, Bali punya teroboson yang paling menarik, yaitu Kebijakan dan Teknologi yang mendukung aktifitas promosi wisata melalui kampanye digital seperti "Wonderful Indonesia" dan aplikasi pariwisata. Sistem manajemen destinasi berbasis teknologi juga diterapkan secara berkelanjutan untuk mengelola arus wisatawan.
Jika Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan memiliki keinginan untuk meningkatkan pengawasan WNA di Bali, maka “menintegrasikan” sistem teknologi pengawasan keimigrasian yang telah ada dengan sistem managemen destinasi yang dimiliki oleh Provinsi Bali dapat menjadi opsi dalam meningkatkan kecepatan dan keakuratan pengawasan keimigrasian bagi WNA.
KOMENTAR ANDA