post image
KOMENTAR

Usia KAI masih terbilang muda. Pada tahun 1999 menyusul kemelut keuangan yang lantas berubah menjadi kemelut ekonomi meluas di Asia, tiga perusahaan Korea Selatan, Samsung, Daewoo dan Hyundai, sepakat menggabungkan divisi dirgantara dan ruang angkasa yang mereka miliki menjadi satu perusahaan.

Sebelumnya, ketiga perusahaan itu mengerjakan produk-produk yang mendapat lisensi dari perusahaan penerbangan asing lain.

Misalnya di tahun 1989 Hyundai memproduksi BK-117. Di tahun yang sama Daewoo memproduksi CBS-5. Dua tahun kemudian Samsung mendapat lisensi dari Lockheed Martin untuk memproduksi F-16 C/D Block 52.

Setelah digabungkan dan menjadi satu perusahaan, di masa awal KAI melakukan pekerjaan upgrade dan modifikasi.

Baru di era 2000an, KAI memproduksi pesawat mereka sendiri. Salah satu yang paling terkenal adalah pesawat jet serang ringan T-50 yang mulai diproduksi pada 2005.

Indonesia menjadi negara pertama yang membeli pesawat jenis ini sebanyak 16 unit dan semuanya sudah digunakan oleh TNI AU untuk pesawat latih dan pengganti Hawk yang sudah tidak beroperasi lagi.

Dalam presentasinya, Lee Dong Shin menjelaskan kerjasama KAI dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dalam pembuatan pesawat tempur berteknologi 4.5 Fighter eXperiment (FX). Out put dari kerjasama ini adalah pembuatan150 unit FX untuk Korea Selatan (KFX) dan 50 unit untuk Indonesia (IFX).

Kerjasama ini sudah melewati tahap pertama, yakni technology and development base.

Kini sebanyak 70 insinyur dari PTDI ikut dalam program tahap kedua, engineering, manufacturing and development (EMD). Direncanakan sampai tahun 2021 sebanyak 190 insinyur penerbangan PTDI akan menuntut ilmu dan mempelajari pembuatan IFX di fasilitas KAI ini.

Tahap kedua EMD akan berakhir di tahun 2026. Setelah itu, KAI dan PTDI akan memasuki tahap ketiga, mass production.

Jadi secara teoritis Indonesia, melalui kerjasama dengan KAI, baru bisa memproduksi pesawat tempur sendiri setelah tahun 2026.

Setelah melihat hangar produksi bersama Lee Dong Shin, delegasi wartawan Indonesia mendapat kesempatan bertatap muka dengan kelompok insinyur penerbangan dari PTDI yang sedang berada di KAI.

Mewakili teman-temannya, kepala insinyur Indonesia di KAI, Gatot Pribadi Mulia, mengatakan pihaknya yakin bahwa sampai akhir fase EMD, insinyur-insinyur Indonesia akan memiliki kemampuan membuat pesawat tempur di dalam negeri.

Di fase kedua ini, sebutnya, mereka mempelajari pengembangan dan rekayasa serta manufaktur pesawat tempur, sesuatu yang belum dimiliki PTDI yang selama ini fokus mengembangkan pesawat terbang transportasi sipil.

Bukan hanya mempelajari hal-hal yang terkait dengan teknologi pesawat tempur, mereka juga mempelajari dan memperdalam support logistic system, training system, simulator dan maintenance.

Di akhir fase EMD, tahun 2006, diharapkan kerjasama ini sudah bisa membuat enam protype KFX untuk diujicoba.

Apakah sulit bagi PTDI untuk membuat pesawat tempur? Bukankah PTDI sudah lebih dahulu menekuni industri penerbangan dibandingkan KAI?

Menjawab pertanyaan ini, Gatot mengatakan, PTDI memang lebih dahulu menekuni industri pesawat terbang dari KAI. Tetapi karena selama ini fokus mengembangkan pesawat angkut dan komersial, maka PTDI sama sekali tidak memiliki pengalaman untuk membuat pesawat tempur.

“Konten teknologi pesawat komersial dan jet fighter pasti beda. Contohnya saja soal kecepatan. Pesawat komersial kecepatannya sub sonic, sementara kecepatan jet fighter sudah super sonic,” kata Gatot.

Untuk mempelajari teknologi pembuatan pesawat tempur tentu membutuhkan waktu yang tak sebentar.

Gatot berharap tidak ada perubahan cuaca politik di tanah air yang akan menghentikan proses ini, seperti pukulan telak yang menghantam ulu hati IPTN (nama lama PTDI) pada tahun 1999 yang hampir-hampir mengkandaskan mimpi dirgantara Indonesia.

Kemarin pagi, saat pertama kali saya membaca berita tentang pameran dirgantara di Zhuhai yang digunakan RRC untuk memperlihatkan kecanggihan J-20 yang diklaim berteknologi 5.0, saya tertegun sebentar.

Lalu mengirimkan pesan pendek ke grup WA “PWI-Seoul Pelancong Dekil”.

“China hari ini memulai pameran dirgantara sampai 6 November. Memperihatkan J-20 yang setara dengan F-22 Raptor dan F-35 Lightning II yang disebut sebagai generasi 5.0.

Indonesa baru bikin IFX tahun 2026.


Kini Garuda Indonesia Dipimpin Wamildan Tsani

Sebelumnya

Prediksi Airbus: Asia-Pasifik Butuh 19.500 Pesawat Baru Tahun 2043

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel AviaNews