post image
KOMENTAR

Kakak-beradik ini badannya bagus. Langsing sekali. Waktu saya puji kelangsingannya ia berkomentar: "Terima kasih. Yang dikenang dari saya yang positif."

Kakak beradik ini memang suka humor, terutama adiknya. Dan saya juga sudah lupa apakah dulu pernah memarahinya, waktu masih jadi atasannya.

Husnun Djuraid awalnya suka tenis. Adiknya selalu sepak bola, di usianya sekarang pun. Ia mendirikan klub sepakbola “Askring”, asal kringetan. Untuk teman-teman wartawan. Anak saya tertarik selalu ikut, sampai lututnya cedera. Harus dioperasi dan dipen. Lalu pindah ke olahraga sepeda sampai sekarang.

Mas Husnun juga tidak mau lagi main tenis. Sejak dua tahun lalu. Sejak masuk rumah sakit di tahun 2017. Akibat sakit jantung. Kata istrinya: jantungnya bengkak.

Dokterlah yang menyarankan jangan lagi main tenis. Mas Husnun pilih joging. Setiap hari. Mula-mula seperti Yingying, 20 menit. Lalu kecanduan. Kian lama. Kecanduan lagi, berlari. Kecanduan berikutnya, ikut maraton.

Mula-mula maraton 5 km. Seperti di Jogja tahun lalu. Meningkat jadi 10 km di Borobudur April lalu. Dan 10 km lagi Minggu kemarin.

Itulah maraton terakhirnya.

Adakah ia kelelahan?

Mestinya tidak. Dua hari sebelumnya ia memang latihan. Di Malang. Sejauh 7 km. Tapi masih ada satu hari jeda --Sabtu. Ia pun ke Surabaya. Tinggal di Hotel 88. Hanya beberapa puluh meter dari lokasi start --Jalan Embong Malang.

Menurut catatannya, jam 9 malam sudah tidur. Menyiapkan bangun pagi-pagi keesokan harinya. Ia bukan tipe orang yang suka bermalam mingguan.

Ia begitu sering WA saya. Biasanya memang pagi-pagi. Jangan menghubunginya larut malam.

"Maafkan tadi malam HP off, habis mijiti istri langsung tidur," tulisnya.

Beberapa komentarnya juga membuat saya sadar. Banyak kelemahan di tulisan saya. Misalnya saat saya menulis tentang gadis 'Jiwa Terbelah'.

Jam 5 pagi ia sudah mengirim WA. Bunyinya begini: "Biasanya kalau nulis tentang perempuan ada diskripsi : cantik, rambutnya anu, tinggi sekian, ramping...dll".

Maksudnya kok hari itu saya tidak menggambarkan sosok si gadis. Saya pun merenung. Mengapa tidak melakukannya.

Saya hanya khawatir: jangan-jangan saya tidak tertarik pada gadis itu. Kalau benar, ini bagian dari kejahatan jurnalistik.

Dengan meninggalnya beliau saya harus mengandalkan pengkritik DI's Way yang satu lagi: Bung Yusuf Ridho. Yang di tulisan “Orang Dalam” minggu lalu dikoreksi total. Misalnya saat saya menuliskan kata “Satpam”, mengapa “S”-nya besar. Itu salah. Atau kata “terlanjur”, harusnya 'telanjur'.

Saya berdoa agar Bung Yusuf Ridho sehat selalu.

Mas Husnun sudah berusaha hidup sehat. Tinggi badannya 175 cm. Berat badannya 70 kg. Ideal sekali.

Banyak orang lagi tenis meninggal dunia. Banyak yang lagi maraton meninggal dunia. Banyak yang lagi main futsal meninggal dunia. Ada juga yang lagi main golf meninggal dunia, disambar petir.

Saya tetap olahraga setiap hari. Selama satu jam. Jenisnya saya sesuaikan dengan umur saya.


Seragam Baru

Sebelumnya

Merdeka Huey

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway